FKUB Komplain Deklarasi Tolak Politisasi Masjid

FKUB Komplain Deklarasi Tolak Politisasi Masjid

*Anggap Ormas Agama Lain Tak Dilibatkan
*Bantah, Kesbangpol Mengaku Sudah Lakukan di Kawedanan

KENDAL - Deklarasi Ormas Islam yang difasilitasi Kantor Kesbangpol Kaupaten Kendal soal larangan ativitas kampanye politik praktis di masjid ternyata mendapat sorotan Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB). Mereka komplain karena dekalarasi tersebut dianggap tak melibatkan ormas agama lain.

FOTO Yusuf Darmawan, Sekretaris FKUB Kendal

Sekretaris FKUB Kabupaten Kendal, Yusuf Darmawan mengatakan, deklarasi tingkat kabupaten yang hanya melibatkan ormas Islam itu patut disayangkannya. Deklarasi dimaksud dihelat di Pendopo Pemkab, Minggu (3/3) lalu, saat Rakor Masalah Strategi dan Aktual. Sementara Ormas Islam yang dilibatkan, yakni MUI, Muhammadiyah, NU, Dewan Masjid, MTA, Rifaiyah, LDII, Takmir Masjid Kecamatan, Forkompida, dan Forkompicam.

Menurut Yusuf, seyogyanya larangan tempat ibadah sebagai arena kegiatan politik praktis tidak dibatasi hanya pada tempat ibadah umat Islam, yaitu masjid atau musholla. Akan tetapi melibatkan agama lain yang memiliki peran sama, yaitu melarang tempat ibadah sebagai ajang kampanye politik praktis. "Harusnnya deklarasi itu tidak hanya diikuti Ormas Islam, mestinya juga Ormas dari agama lain," tandasnya, Kamis (7/3).

Yusuf menilai, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu 2019 ayat 1 huruf h, mengatur bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendikan. "Undang-undang itu memiliki makna yang lebih luas terkait tempat ibadah," tukasnya.

Tempat ibadah umat beragama menurutnya tidak hanya masjid dan musholla. Banyak tempat ibadah untuk non muslim di Kabupaten Kendal, seperti Gereja, Kapel, Pura, Vihara, dan Klenteng. Tempat ibadah itu harus steril dari kegiatan-kegiatan politik praktis. Umat Kristen melalui pendeta, biarawan, biarawati. Sedangkan beragama Katolik lewat uskup atau romo. Untuk agama Hindu dengan pedanda, agama Buda melalui Bhiksu, dan Kong Hu Cu dengan Jiao Sheng, Penebar Agama.

"Mengejawantahkan UU No 7 tahun 2017 ayat 1 itu, perananya pemuka agama itu sama, membangun kebersamaan melarang tempat ibadah sebagai sarana kampanya politik praktis," tegas Yusuf.

Dia berharap, Pemerintah Kendal bersikap sama ketika harus memberlakukan larangan tempat ibadah untuk aktivitas kampanye. Karena itu, perlu ada deklarasi yang sama dari Ormas agama lain di Kendal.
"Dengan difasilitasi Pemkab, harusnya deklarasi yang sama juga dilakukan bagi agama lain dan Ormasnya, bahwa tempat ibadah bersih dari kegiatan-kegiatan politik praktis," ucapnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Kesbangpol Kendal, Marwoto, membantah tudingan Sekretaris FKUB, yang menganggap instansinya tidak memfasilitasi deklarasi larangan tempat ibadah untuk arena politik praktis bagi Ormas agama non muslim.

Marwoto, Kepala Kesbangpol Kendal

"Hal itu sudah kami lakukan. Hanya saja dekalrasi tidak dilakukan ditingkat kabupaten. Melainkan dilaksanakan tingkat kawedanan. Seperti dilakukan di wilayah Kecamatan Weleri dan Kaliwungu. Sama, deklarasi itu dilakukan di Rakor Masalah Strategi dan Aktual," terangnya.

Menurutnya, selain camat, rakor yang digelar di tiap Kawedanan itu diikuti Forkompincam, Kades, pengurus MUI, pimpinan Ormas keagamaan, seperti MWC, NU, PC Muhammadiyah, Rifaiyah, LDII, MTA, Muslimat, Aisyiyah, Fatayat, NA, oemuda Muhammadiyah, GP Aansor, BKGK2, Bamag, wanita Katholik, dan pemuda Katholik.

"Kemudian takmir masjid tiap desa, ulama dan tokoh agama, yakni kiai, pendeta, biksu Budha, biksu Konghucu, biksu Hindu, romo dan pastur. Tujuan rakor untuk mengantisipasi kerawanan jelang pemilu dan menciptakan kondusivitas di wilayah Kabupaten Kendal," jelasnya. (nur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: