Subsidi Biaya Haji Terus Alami Kenaikan
KOTA - Subsidi biaya haji bagi masyarakat, terus mengalami kenaikan. Data dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menunjukan, sejak 2016 hingga 2020 subsidi yang diberikan per jemaah terus ditambah seiring dengan kenaikan biaya haji. Pada tahun 2016, dengan biaya haji sebesar Rp 54,1 juta, jemaah hanya diwajibkan membayar Rp 34,5 juta dan kekurangan biaya sebesar Rp 19,5 juta digenapi subsidi dari BPKH. Tahun selanjutnya, biaya haji mengalami kenaikan menjadi Rp 59, 6 juta dan jemaah hanya diwajibkan membayar Rp 34,9 juta sehingga sisanya sebesar Rp 24,7 juta dipenuhi dari subsidi.
Kondisi yang sama juga terjadi pada tiga tahun berikutnya. Pada 2018, biaya haji naik menjadi Rp 69,2 juta kemudian tahun 2019 biaya haji naik menjadi Rp 69,4 juta dan tahun 2020 menjadi Rp 72,9 juta. Namun pada tiga tahun itu, jemaah hanya diwajibkan membayar Rp 35,2 juta per jemaah. Sehingga pada 2018 BPKH memberikan subsidi sebesar Rp 34 juta, tahun 2019 sebesar Rp 34,2 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 37,7 juta.
"Sehingga yang menjadi salah satu perhatian dari BPKH adalah sustainabilitas (keberlanjutan) biaya haji. Karena biaya subsidi haji yang terus bertambah, mampukah BPKH menghasilkan biaya untuk menutup subsidi yang dibutuhkan," tutur Anggota Dewan Pengawas BPKH, Mohammad Hatta saat memberikan paparan dalam kegiatan Diseminasi Pengawasan Keuangan Haji yang digelar belum lama ini.
Lantas dari mana BPKH menghasilkan dana untuk memenuhi biaya haji?. Padahal dalam penyelenggaraan haji tiap tahunnya, BPKH wajib menyediakan dua kali kebutuhan biaya haji. Dijelaskan Hatta, biaya subsidi berasal dari pengelolaan dana haji calon jemaah yang sudah masuk antrean keberangkatan dan telah melakukan penyetoran awal.
Biaya tersebut lantas dikelola melalui beberapa skema seperti penempatan di perbankan dan juga investasi yang kemudian menghasilkan nilai manfaat. Penempatan maupun investasi, juga dipastikan dilakukan pada perbankan dan skema investasi berbasis syariah. "Tapi isu yang muncul bermacam-macam. Isu sudah muncul dari dulu. Ada yang mengatakan dana haji digunakan untuk infrastruktur, dan bahkan pembatalan keberangkatan haji tahun 2020 dan 2021 diisukan karena pemerintah tidak punya uang. Padahal karena masalah kesehatan," jelasnya.
Penempatan dana haji di perbankan maupun investasi, lanjut Hatta, juga dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Dewan Pengawas BPKH, selalu mengawasi potensi risiko agar uang dikelola dengan aman dan jangan sampai dana pokok terkikis. "Setiap penempatan maupun melakukan investasi, harus ada rekomendasi dari MUI bahwa itu adalah syariah. Semua investasi yang dipilih juga mempunyai potensi risiko yang rendah hingga menengah. Karena jika investasi mengalami kerugian, kami 14 anggota Dewan Pengawas harus menggantinya secara tanggung renteng. Kecuali memang sudah memenuhi prinsip kehati-hatian sesuai undang-undang," katanya.
Tak hanya diberikan kembali dalam bentuk subsidi, nilai manfaat dari pengelolaan dana haji juga didistribusikan kepada calon jemaah melalui virtual account bersamaan dengan laporan pengelolaan dan juga disalurkan untuk kemaslahatan umat baik untuk membangun tempat ibadah, untuk pembiayaan kesehatan, pengembangan ekonomi, sosial keagamaan, pendidikan, dakwah serta pelayanan ibadah haji.
Sementara Anggota Komisi VIII DPR RI, MF Nurhuda yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan itu memaparkan, bahwa masalah biaya haji memang selalu dipertanyakan oleh masyarakat. Apalagi pada 2020 dan 2021 terjadi pembatalan keberangkatan yang kemudian banyak yang kecewa. Sedangkan sampai saat ini ada antrean 5,1 juta calon jemaah haji dan mereka sudah setor masing-masing Rp 25 juta. Hal itu kemudian menimbulkan kecurigaan banyak pihak
"Dana haji sangat besar, uangnya kemana? Banyak muncul isu yang menyebutkan dana haji digunakan untuk infrastruktur, untuk investasi yang rugi bahkan ada info juga kalau pemerintah ada hutang ke Arab Saudi sehingga jemaah haji tidak bisa berangkat," tuturnya.
Dia kemudian menjelaskan bahwa dana haji milik masyarakat dikelola oleh BPKH. Hasilnya kemudian digunakan, salah satunya untuk subsidi biaya haji. "Dalam pengelolaan, kami selalu tekankan agar harus syariah, manfaat yang diberikan juga tidak untuk calon jemaah saja tapi sampai pasca ibadah haji serta dana harus digunakan seefisien dan seefektif mungkin," katanya.
Nurhuda juga telah meminta kepada BPKH agar pembatalan penyelenggaraan haji dua tahun terakhir agar juga bisa memberi manfaat lebih bagi calon jemaah. Minimal, jangan sampai ada penambahan biaya haji di tahun berikutnya. "Karena manfaat dana haji selama dua tahun tidak digunakan sehingga semestinya ada kelebihan dari pengelolaan itu. Kami sudah minta agar minimal biaya haji yang dibebankan ke calon jemaah tidak bertambah," kata Nurhuda yang ditemui usai kegiatan.
Dalam acara, juga hadir sebagai narasumber yakni Kepala Kemenag Kabupaten Pekalongan, Kasiman Mahmud, Dekan Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Pekalongan, Sam'ani serta Branch Manager BSI Pekalongan, Mulyanto. Sedangkan sebagai peserta, hadir perwakilan pondok pesantren, tokoh masyarakat, dan perwakilan KBIH se Pekalongan.(nul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: