Perayaan Nyepi, Ratusan Umat Hindu Arak Ogoh-ogoh Keliling Desa Linggoasri

Perayaan Nyepi, Ratusan Umat Hindu Arak Ogoh-ogoh Keliling Desa Linggoasri

OGOH-OGOH: Umat Hindu di Desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, bersiap mengarak ogoh-ogoh keliling kampung di desa itu, Rabu (6/3) petang. Hadi Waluyo

Ratusan warga Desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, merayakan Hari Raya Nyepi, Rabu (6/3). Seperti apa? Hadi Waluyo, Kajen

Damai dan khidmat. Itulah yang terlihat dalam perayaan Hari Raya Nyepi tahun 2019 di Desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Bahkan, umat muslim di desa itu pun ikut mengarak ogoh-ogoh keliling kampung, Rabu (6/3) petang.

Dengan diiringi obor dari bambu atau oncor, dengan tetabuhan gamelan dan kenthongan, ogoh-ogoh diarak oleh ratusan jamaah umat Hindu mengelilingi kampung dari Pura Kalingga Satya Dharma di desa itu. Masyarakat desa setempat lainnya yang mayoritas beragama Islam juga ikut meramaikan arak-arakan tersebut.

Prosesi ogoh-ogoh merupakan serangkaian dalam rangka Hari Raya Nyepi. Prosesi ini mampu menarik perhatian pengguna jalan dan masyarakat sekitar, yang mayoritas beragama muslim. Tidak sedikit warga mengabadikan prosesi itu dengan kamera telepon selulernya. Setelah diarak keliling kampung, ogoh-ogoh dibakar di depan pura, sebagai simbol pemusnahan sifat makhluk jahat agar tidak mengganggu umat manusia.

Sebelum ogoh-ogoh diarak, ratusan umat Hindu di Desa Linggoasri mengadakan prosesi tawur kesanga atau pengerupukan di Pura Kalingga Satya Dharma. Tawur kesanga dan ogoh-ogoh itu dilakukan sebelum umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan catur bhrata, yakni yakni amati geni (tidak menggunakan dan atau menghidupkan api atau menahan hawa nafsu), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).

Kepala Desa Linggoasri, Imam Nuryanto, mengatakan, umat Hindu di desanya sekitar 400-an jiwa. Selama ini, kata dia, kerukunan antarumat beragama di desanya berjalan dengan baik. Hubungan sosial dan kekeluargaan antara umat muslim dan Hindu di desanya tercipta dengan baik, sehingga tidak pernah ada gesekan antarumat beragama.

"Toleransi yang ada selalu kita jaga dengan baik, sehingga tidak pernah ada persoalan," kata dia.

Ia mencontohkan, di saat umat Hindu merayakan perayaan Hari Raya Nyepi, maka warga desanya yang sebagian besar beragama Islam sangat menghormatinya. Bahkan pada saat prosesi arak-arakan ogoh-ogoh, umat muslim di desa itu ikut berjalan keliling kampung bersama umat Hindu di desa itu.

"Saat prosesi Nyepi, suara azan pun tidak menggunakan pengeras suara. Kami menghormati mereka untuk bisa menjalankan ibadahnya masing-masing," ujar dia.

Sementara itu, sehari sebelumnya umat Hindu melaksanakan melasti atau pengambilan air suci dari tiga sumber mata air di sekitar pura, yakni dari Kali Paingan, Telaga Kamulyan, dan Sendang Batu Linggo. Air suci itu digunakan untuk persiapan upacara malam itu. Setelah melaksanakan Tawur kesanga dan pembakaran ogoh-ogoh, umat Hindu pada Kamis (7/3), sejak pukul 00.00 WIB selama 24 jam melakukan catur bhrata berupa amati geni, amati lelungan, amati karya, dan amati lelanguan. Dilanjutkan dengan menggelar silaturahmi secara internal. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: