Fasya UIN Gusdur Gelar Seminar Penggunaan AI di Lembaga Peradilan Agama

Fasya UIN Gusdur Gelar Seminar Penggunaan AI di Lembaga Peradilan Agama

SEMINAR - Fasya UIN Gus Dur menggelar Seminar Nasional tengan penggunaan AI di Lembaga Peradilan Agama, Selasa (1/8/2023).-Wahyu Hidayat-

KOTA - Fakultas Syariah (Fasya) UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan (UIN Gus Dur) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk "Penggunaan Artificial Intelligence di Lembaga Peradilan Agama: Peluang dan Tantangan", bertempat di Hotel Dafam Pekalongan, Selasa (1/8/2023).

Seminar yang dilaksanakan secara hybrid dan disiarkan melalui streaming YouTube ini menghadirkan beberapa narasumber berkompeten di bidangnya. Di antaranya, Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M., dan Ketua Program Studi Manajemen Informatika STMIK Widya Pratama Pekalongan Much. Rifqi Maulana, M.Kom.

Seminar Nasional ini dibuka oleh Prof. Dr. H. Zaenal Mustakim, M.Ag. Dalam sambutannya Rektor menyampaikan bahwa Artificial Intelligence (AI) tidak akan pernah menggantikan peran manusia sepenuhnya, terutama dalam bidang hukum. Dikarenakan, kinerja AI ditentukan dari big data dan sistem yang sudah disetting. Sementara perkara hukum diperlukan hati nurani yang mendalam dalam pengambilan keputusan yang tepat. 

Prof. Zaenal mengutip sebuah adagium dari bahasa Belanda "Het Recht Hink Achter De Feiten Aan", yang memiliki makna bahwa ilmu hukum adalah ilmu yang selalu tertinggal dengan peristiwa yang akan diatur. 

"Dalam keadaan masyarakat yang dinamis munculnya kasus-kasus yang baru ditemukan hanya di masa ini dan belum pernah sebelumnya ditemukan pada masa lalu. Menuntut aparat hukum melakukan perannya, dan hal ini tentu tidak bisa dilakukan oleh robot yang hanya berdasarkan sistem kendali saja, namun perlu melibatkan hati dan sosial kultural yang ada," ungkap Rektor, dilansir Humas UIN Gus Dur.

Sementara, Prof. Amran Suadi memaparkan jika robot menjadi hakim maka sebuah perkara hanya akan ada hitam putih saja tanpa adanya keadilan yang jelas. 

"Cetak biru pembaruan peradilan di Indonesia yang sudah disusun sejak tahun 2010-2035 arah pembaruan teknologi informasi yang mendukung seluruh kerja peradilan untuk mencapai efektivitas, transparan dan akuntabel. Jadi ke depan akan dibangun IT yang lebih canggih untuk mendukung," tutur Prof. Amran.

Lebih lanjut Prof. Amran menambahkan kemajuan teknologi tentu bukan sebuah hal yang bisa dibendung. Untuk itu Mahkamah Agung juga memanfaatkan hal tersebut namun pada skala tertentu, seperti pendaftaran perkara, pembayaran biaya dan pembagian jadwal sidang perkara. 

"Keadilan adalah metabolisme, karena keadilan ditentukan dari stimulus dan lokus, seperti halnya yang dilakukan Hakim terhadap sebuah perkara mulai dari menganalisis penyebab, menyelidiki hingga memberikan putusan," tambah Prof. Amran. (way)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: