Kaji Payung Hukum Guru WB

Kaji Payung Hukum Guru WB

NGADU - Sejumlah perwakilan guru Wiyata Bhakti mengadu ke anggota DPRD Kabupaten Pekalongan.

PAYUNG hukum bagi guru Wiyata Bhakti (WB) Kabupaten Pekalongan diminta untuk segera dikaji. Demikian ditegaskan Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Pekalongan Candra Saputra kemarin.

Menurutnya, pemerintah daerah segera melakukan kajian secara mendalam terhadap persoalan legal standing dalam bentuk payung hukum guru wiyata bhakti agar permasalahan berkaitan hal tersebut bisa segera teratasi.

"Dengan memiliki payung hukum yang jelas maka guru Wiyata bhakti tidak takut lagi," ungkapnya.

Untuk peningkatan kualitas pendidikan pihaknya juga meminta supaya ada standarisasi tenaga pendidik dengan uji kompetensi secara berkala guna menjamin mutu pendidikan di Kabupaten Pekalongan.

Seperti diketahui, lantaran nasib tidak jelas, Perwakilan guru Wiyata Bhakti (WB) tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Wiyata Bhakti (FKWB) Kabupaten Pekalongan, Jumat (22/11) berkeluh kesah ke DPRD Kabupaten Pekalongan.

Perwakilan FKWB Kabupaten Pekalongan datang ke DPRD untuk berkeluh kesah serta konsultasi mengenai kejelasan regulasi dan meminta peningkatan kesejahteraan para guru wiyata bhakti untuk diperhatikan.

Pengurus FKWB Kabupaten Pekalongan, Irvan Munawar Chaniago menyampaikan bahwa pihaknya datang ke Fraksi PAN DPRD Kabupaten menemui Ketua Fraksi PAN Candra Saputra, untuk konsultasi menyampaikan keluh kesah yang guru WB rasakan. Karena selama ini sebagai tenaga honorer di Kabupaten Pekalongan minim kesejahteraan.

"Kami juga mendiskusikan mengenai PPPK yang saat ini peraturannya belum jelas. Apalagi sebenar lagi mengingat ada penerimaan CPNS sedangkan beberapa honorer itu kan ada yang umurnya sudah melewati batas usia yang telah ditetapkan, yaitu 35 tahun. Kami juga menyampaikan mengenai kejelasan regulasi untuk guru wiyata bhakti. Yang kami minta ada surat tugas dari bupati, bukan surat keputusan. Apabila ada surat tugas berarti kita diakui dan bisa digunakan untuk persyaratan mengikuti sertifikasi. Kami tidak meminta SK sebab itu untuk ASN," jelasnya.

Untuk itu ia berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan kesejahteraan, adanya legalitas hukum sebagai patokan pegangan agar tidak ada semacam perlakuan yang deskriminatif. Karena selama ini dengan penumpukan kerja yang semakin banyak tapi tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang di terima. (Yon)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: