Kisah Penyintas Covid-19 yang Sembuh, Bagikan Kisah Melalui YouTube agar Dijadikan Pelajaran untuk Masyarakat
Hasil tes lab itu kembali ia konsultasikan dengan sang kakak ipar. Disampaikan bahwa ternyata angka NLR tinggi itu menunjukkan kalau Topan terpapar virus. Dia pun disarankan untuk segera periksa ke rumah sakit.
"Kebetulan saya juga sudah tidak kuat sekali. Kepala sudah pusing tidak karuan. Lalu saya putuskan ke RS Budi Rahayu," tuturnya.
Pada 20 Setember pagi sekitar pukul 09.00 Topan dengan diantar istri tercinta tiba di RS dimaksud. Ia langsung masuk ke ruang IGD. Ternyata penanganan di IGD ini cukup lama karena harus menunggu skrining orang per orang.
Lalu sekitar pukul 11.00, petugas IGD memeriksa Topan secara lengkap. Sesaat berikutnya dia dimasukkan di ruang isolasi IGD. "Ketika itu saya masih merasakan sesak nafas luar biasa dan nyeri di sekujur badan," ujarnya.
Beberapa jam berikutnya, dia dipindahkan ke kamar isolasi. Dia juga sudah menjalani rapid tes yang ke dua. Hasilnya pun ternyata nonreaktif. "Dari hasil rapid tes ke dua itu, saya berpikir kalau saya negatif Covid," ungkapnya.
Malam harinya, Dokter Spesialis Paru setempat kemudian memutuskan untuk melakukan tes swab terhadap Topan. Topan dan istri menunggu hasil swab dengan harap-harap cemas. Dia mulai kepikiran jangan-jangan dirinya terkena Covid-19.
Apalagi, sebagaimana yang dia ketahui, banyak dari penderita Covid-19 yang disertai sesak nafas dan nyeri. Sama dengan yang saat itu dia rasakan. Meskipun sudah dibantu dengan selang oksigen.
"Bahkan ketika dari lantai tiga mau turun untuk menjalani pemeriksaan paru dengan difoto rontgen, saya merasakan kelelahan luar biasa," katanya. "Betul-betul rasanya sudah tidak sanggup. Sudah nyeri, sesak nafas, sampai saya berpikir apa mungkin ini sudah waktunya saya meninggal," imbuh dia.
Paginya, Topan menjalani tes swab PCR ke dua. Malamnya sekitar pukul 21.15, hasilnya sudah keluar. Alhasil, dokter menyampaikan kalau Topan positif terkena Covid-19.
"Begitu tahu saya positif, saya sempat syok. Tapi sebelumnya saya menang sudah merasa, karena indikasinya memang mengarah ke Covid," ungkap Topan.
Begitu sudah diketahui kalau Topan positif terpapar Covid-19, dokter di RS Budi Rahayu yang menangani kemudian merujuk Topan untuk dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19 yang ada di Pekalongan. Saat itu pilihannya ada dua, yakni RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan yang merupakan rumah sakit rujukan lini pertama, dan RSUD Bendan Kota Pekalongan yang merupakan rumah sakit rujukan lini ke dua.
Lantaran RSUD Bendan sudah penuh, Topan kemudian dibawa ke RSUD Kraton. "Saat itu sekitar jam 1 dini hari pagi saya dibawa dari RS Budi Rahayu ke RSUD Kraton. Saya sempat dikasih pilihan langsung pagi itu atau besoknya lagi. Saya putuskan langsung saja saat itu minta ke RS rujukan," katanya.
Proses ketika akan dibawa ke RS rujukan itulah yang menjadi salah satu pengalaman yang tidak terlupakan. Sebab, ketika itu Topan yang masih berada di bed didorong oleh tim medis. Yang mana, bed tersebut di bagian atasnya dikasih tutup plastik tembus pandang.
Topan membayangkan kalau itu mirip keranda. "Bayangkan, di atasnya dikasih semacam keranda pakai plastik supaya virusnya tidak menyebar ke mana-mana. Jadi saya merasakan kayak ditutup peti mati, tapi terbuka. Lalu 'digledek' (didorong, red) sambil disemprot terus disinfektan setiap kita lewat. Lalu dimasukkan ke ambulans," bebernya.
Beberapa saat kemudian, dia sampai di RS rujukan dimaksud, yakni RSUD Kraton. Di rumah sakit milik Pemkab Pekalongan ini, ternyata para dokter maupun perawat yang menangani pasien Covid-19 sangat profesional. "Mungkin karena memang rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan Covid-19, jadi mereka para dokter dan perawatnya sudah sangat siap menangani pasien seperti saya," ujarnya. "Ruangannya juga nyaman, ada ac dan tv," katanya lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: