Mbah Wali Nurul Anom Kranji, Ulama Besar dari Pekalongan yang Memiliki Tanda Kewalian Sejak Lahir
Makam Mbah Kyai Nurul Anom-aisjawatengah-
RADARPEKALONGAN.DISWAY.ID - Keistimewaan Mbah Wali Nurul Anom Kranji sudah nampak sejak beliau masih bayi, penasaran dengan ceritanya? mari simak sampai habis.
Di Kabupaten Pekalongan, tepatnya di Kecamatan Kedungwuni ada sebuah daerah bernama Kranji, daerah yang sangat kental dengan nilai-nilai keislaman.
Tumbuh kembangnya ajaran agama Islam di Kranji tidak lepas dari jasa besar Kyai Nurul Anom, seorang ulama yang dikenal luas sudah mencapai derajat waliyullah.
Makam beliau sampai sekarang masih banyak dikunjungi oleh para peziarah, letaknya di Gang Masjid, Jl. Raya Kranji, Prawasan Timur, Kecamatan Kedungwuni.
BACA JUGA:Kyai Gede Ceper, Wali Besar dari Jawa Timur yang Berdakwah di Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan
Berdasarkan kitab manaqib yang disusun oleh keturunan beliau, Mbah Nurul Anom lahir pada tahun 1650 M di daerah yang sekarang bernama Geritan, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan.
Kyai Nurul Anom lahir pada Jum'at menjelang subuh dalam bulan Rajab. Nama kecil beliau adalah Nur Syathoth.
Nur Syathoth atau Kyai Nurul Anom lahir di lingkungan yang gamis, ayahnya yang bernama Muhammad Nur konon masih keturunan dari Sunan Ampel, sedangkan ibunya bernama Nyai Maryam adalah keturunan dari Sunan Giri.
BACA JUGA:Habib Ali bin Ahmad Al-Athas Pekalongan: Tokoh Ulama Pendiri Masjid Raudhah di Pekalongan
Saat lahir beliau sudah menampakkan keistimewaan yang menurut para ulama sebagai tanda-tanda kewalian, Nur Syathoth tidak mau meminum air asi saat siang hari, baru mau ketika mendengar adzan maghrib.
Hal tersebut seolah beliau sedang melakukan puasa, kejadian ini terjadi selama 3 bulan berturut-turut, yakni bulan Rajab, Sya'ban, kemudian Ramadan, 3 bulan dalam Islam yang juga dianggap mulia.
Kyai Nurul Anom dididik langsung oleh ayahnya, pada ayahnya beliau belajar Al-Qur'an dan beberapa ilmu seperti tauhid, fikih, tasawuf.
Dikisahkan beliau juga pernah nyantri di kota Makkah sekaligus menunaikan ibadah haji di sana. Tentu perjalanan haji saat itu tidak sesingkat seperti sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: