BATANG — Pemerintah Kabupaten Batang mendorong penataan aktivitas tambang galian C melalui kebijakan perizinan yang lebih sederhana dan cepat. Langkah ini diambil agar eksploitasi material tambang dapat terkendali secara legal dan meminimalisir kerusakan lingkungan.
Wakil Bupati Batang, Suyono, menekankan bahwa solusi penataan bukan dengan mempersulit perizinan, melainkan dengan kehadiran negara memberikan kemudahan. Terutama untuk tujuh kecamatan yang secara eksplisit telah diizinkan untuk kegiatan tambang berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
"Solusinya, negara harus memberikan solusi terbaik dengan memberikan kemudahan perizinan yang singkat," ujar Suyono, Rabu 12 November 2025.
Meski membuka kemudahan perizinan, Suyono menegaskan ada syarat mutlak yang harus dipenuhi pengusaha. Kewajiban untuk memitigasi dampak lingkungan dan melakukan restorasi atau pemulihan pascatambang menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Tujuannya, agar lahan bekas tambang dapat kembali hijau dan produktif.
BACA JUGA:Dari 17 SPPG di Batang yang Sudah Beroperasi, Ternyata Baru 6 Kantongi Sertifikat SLHS
BACA JUGA:Jalan Kalangsono–Kalibalik Rampung, Warga Banyuputih Kini Tak Lagi “Terpencil”
Suyono melihat bahwa aktivitas penambangan yang teratur justru dapat mendorong pembangunan di Batang. Bahkan dikhawatirkan jika galian C berhenti satu minggu saja, proyek pembangunan bisa berhenti, termasuk di dua kawasan industri, yaitu Batang Industrial Park (BIP) dan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB)
Karena itulah, Suyono sepakat dengan pemerintah pusat untuk memberikan diskresi atau kelonggaran regulasi guna memangkas birokrasi yang dinilai terlalu berbelit dan memakan waktu.
Durasi pengurusan izin yang bisa mencapai dua tahun disebutnya menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya minat investasi dan maraknya praktik penambangan ilegal.
"Jangan sampai negara mempersulit. Orang mengurus izin sampai dua tahun, akhirnya tidak semangat dan kadang memilih jalan pintas dengan beroperasi secara ilegal," tuturnya.
Dampak lain dari birokasi yang berbelit adalah potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Suyono mengusulkan penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai solusi.
Pemerintah daerah, menurutnya, dapat mengambil langkah taktis dengan menarik retribusi dari aktivitas tambang yang berjalan sembari secara ketat melakukan pengawasan lingkungan.
Pendekatan ini dinilai lebih baik daripada membiarkan praktik "kucing-kucingan" yang pada akhirnya merugikan daerah.
"Potensi retribusi yang bisa ditarik mencapai Rp 5 miliar per tahun. Jika tidak ditarik, tidak ada pendapatan yang masuk sama sekali," jelas Suyono.
Wabup Suyono menegaskan bahwa saat ini tidak ada rencana penambahan wilayah baru untuk eksploitasi tambang dalam RTRW. Fokus Pemerintah Kabupaten Batang adalah mempermudah perizinan di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan sebelumnya.