KOTA - Bersama suami dan satu anaknya, Ratna (40) baru saja memarkirkan sepeda motornya di jalan sebelah utara Jembatan Slamaran. Lokasi itu memang menjadi tempat singgah sementara motoe miliknya bersama ratusan kendaraan lain milik warga Slamaran karena ketinggian banjir rob di wilayah tersebut sudah tak bisa dilalui sepeda motor.
Dia kemudian bercerita bahwa selama tinggal di Komplek Perumahan Slamaran, baru sekarang dia mengalami banjir separah ini. Air tidak pernah hilang dari wilayah tersebut sejak pertama kali menerjang pada 1 Juni 2020 lalu. "Selama 23 tahun hidup di sini, baru kali ini mengalami banjir sangat parah. Rumah saya sudah masuk setinggi ini," tuturnya sambil menunjukkan area bawah lutut untuk menjelaskan ketinggian air di dalam rumahnya.
Wilayah tempat tinggalnya memang tak selalu terhindar dari banjir. Tahun lalu pun banjir sempat mampir namun dengan ketinggian dan durasi genangan yang tidak separah kali ini. Ratna menyatakan, rumahnya yang ada di Jalan Ulin, merupakan salah satu yang cukup tinggi lantainya sehingga jarang sampai tergenang air.
"Biasanya kalau banjir pun, hanya se mata kaki. Seperti tahun lalu rumah saya malah untuk singgah. Tetangga yang butuh kamar mandi atau istirahat bisa ke rumah saya. Tapi kali ini rumah sudah tergenang cukup dalam dan akhirnya mau tidak mau saya ikut mengungsi," katanya. Ratna mengaku harus mengungsi sampai ke Batang. "Yang penting aman dulu, jauh pun gakpapa lah," tambahnya.
Warga lainnya, Kurnianingsih (57) mengaku harus merelakan barang-barang miliknya. Sebab ketinggian banjir rob merendam seluruh barang miliknya. Dia yang hanya tinggal berdua dengan sang suami, tak bisa berbuat banyak ketika banjir rob semakin membesar. "Sudah hancur semua rumah saya. Kulkas, mesin cuci, kasur hancur semua sudah," ujarnya.
Air setinggi lutut sudah merendam rumahnya di Jalan Mahoni Raya sejak Sabtu (30/6/2020). Dia bersama suaminya kemudian memilih mengungsi ke rumah anaknya di Kelurahan Kandang Panjang. "Ini saya nengok rumah dan memang sudah tidak ada yang bisa diambil. Semua sudah terendam," kata dia.
Wilayah Slamaran, Kelurahan Krapyak, memang menjadi lokasi terparah banjir rob di Kota Pekalongan. Sejak diterjang limpasan air laut pada 1 Juni 2020 lalu, banjir rob di lokasi tersebut belum surut hingga sekarang. Siang hingga malam hari, banjir rob akan naik mencapai puncak tertinggi yang di beberapa titik mencapai kedalaman satu meter. Tengah malam hingga pagi hari, ketinggian air menyusut namun tak pernah benar-benar hilang.
Banjir rob di wilayah tersebut mulai menggenang mulai dari sebelah utara Jembatan Slamaran atau tepatnya di depan Rusunawa hingga ke hampir seluruh wilayah yang masuk komplek Perumahan Slamaran sehingga hampir semua rumah di wilayah tersebut terendam. Data terakhir, 250 jiwa terpaksa mengungsi di beberapa lokasi yang aman. Sisanya masih tetap bertahan di rumah masing-masing.
Tanpa mengecilkan kondisi beberapa wilayah lain yang juga terendam banjir rob, namun peristiwa di banjir rob Slamaran memang di luar dugaan. Sebab selama bertahun-tahun wilayah itu dinilai sudah aman meski berdekatan dengan laut dan dikepung sejumlah sungai. Jika banjir pun, tak semua wilayah terendam seperti kejadian kali ini. Tanggul yang ada ditambah sistem pompa yang dibangun membuat wilayah itu cukup aman.
Wali Kota Pekalongan, M Saelany Machfudz juga menyatakan bahwa banjir rob di Slamaran kali ini memang luar biasa. Sebelumnya Slamaran dinilai aman dari peristiwa banjir maupun banjir rob namun sekarang kondisinya berbeda. Wali Kota menyebut pembangunan tanggul raksasa yang belum sepenuhnya tuntas turut mempengaruhi tingginya banjir rob di Slamaran.
"Slamaran luar biasa, yang dulu kita merasa aman dengan adanya tanggul itu berdampak. Kita akan mintakan ke provinsi atau pusat untuk mengkaji dan mengevaluasi karena pembangunan tanggul sebenarnya belum selesai. Langkah pemerintah akan kami koordinasikan ke instansi-instansi terkait," jelasnya.
Sementara berdasarkan identifikasi dari BPBD Kota Pekalongan, ada dua penyebab atau pintu masuk air melimpas ke wilayah pemukiman di Slamaran. Yang pertama yakni dari Kali Mati di mana aliran airnya langsung terhubung dengan laut. Pasang maksimum air laut membuat air dari Kali Mati melimpas melewati tanggul hingga menyeberang ke tambak yang berada di sebelah utara Kali Mati. Luapan air yang masuk ke tambak kemudian juga limpas ke pemukiman. Pintu masuk air lainnya yakni dari Sungai Sibulanan yang juga terhubung langsung dengan muara. Air dari sungai langsung melimpas ke pemukiman meskipun walau juga terdapat tanggul.
Kasi Kesiapsiagaan dan Pencegahan Bencana pada BPBD Kota Pekalongan, Dimas Arga Yudha menjelaskan, dua titik tersebut memang menjadi pintu masuk air sehingga merendam Slamaran dengan cukup parah. Namun dikatakannya, di dua lokasi tersebut tidak ada tanggul yang jebol atau rusak. Terjadinya banjir murni karena air laut mengalami pasang.
"Di dua titik itu sebenarnya sudah kami antisipasi sebelumnya dengan membangun tanggul darurat menggunakan karung berisi tanah atau sand bag bersama dengan DPU-PR. Tapi ternyata ketika pasang, ketinggian air bisa melebihi tanggul sehingga melimpas ke pemukiman dan menyebabkan Slamaran tergenang," jelasnya.
Karena kondisi pasang air laut makin tinggi, kini pihaknya bersama DPUPR kembali melakukan penanganan darurat dengan menambah ketiggian tanggul di Kali Mati menggunakan sand bag. "Ini masih proses pemasangan sand bag. Targetnya ketinggian karung yang dipasang adalah 50 sentimeter dengan panjang 500 meter untuk menahan aliran air," kata Dimas.