KAJEN - Sistem proporsional terbuka yang masih dijalankan di dalam sistem pemilu, membuat politik uang rawan terjadi di Pemilu 2019 nanti. Penggunaan sistem tersebut dinilai membuat pertarungan antarcaleg kian kuat. Tak hanya dengan partai lain, namun juga caleg dari partai yang sama.
Praktik politik uang yang merupakan kejahatan dalam demokrasi ini berpotensi menyasar pada calon pemilih dari berbagai golongan, tak terkecuali pemilih pemula yang mayoritas adalah pelajar tingkat SMA. Hal inilah yang mendorong Bawaslu Kabupaten Pekalongan untuk gencar menyosialisasikan penolakan terhadap money politics atau politik uang ke sekolah-sekolah.
Koordinator Divisi Hukum Data dan Informasi Bawaslu Kabupaten Pekalongan Wahyudi Sutrisno menekankan bahwa politik uang merupakan kejahatan dalam demokrasi. Karena sudah sepatutnya masyarakat menolak segala praktik pemberian uang yang dimaksudkan untuk mendongkrak suara dalam pemilu.
"Politik uang adalah kejahatan demokrasi, karena yang terpilih nantinya bukan orang-orang yang berkualitas tetapi orang-orang yang memiliki dana besar. Sehingga bukan tidak mungkin apabila caleg tersebut jadi, akan menghasilkan kebijakan dan perilaku yang koruptif," ujar Wahyudi di acara Bawaslu Goes to School yang diadakan di SMK Nurul Ummah Paninggaran, Kamis (7/2).
Dijelaskan, para siswa yang merupakan bagian dari pemilih pemula adalah salah satu elemen yang ikut menyukseskan proses demokrasi. Wahyudi berharap pelajar ikut berpartisipasi (menyukseskan pemilu) dengan tidak tergoda, harus berani menolak politik uang.
"Jika kalian dapat uang Rp 50 ribu untuk milih si A misalnya, maka sebenarnya suara kalian telah dibeli dengan sangat murah. Rp 50 ribu dibagi 5 tahun jumlahnya tidak sampai 30 rupiah per hari, kalau satu bulan tidak ada seribu. Jadi tidak cukup untuk beli satu buah pisang goreng," tegas Wahyudi.
Tidak hanya menolak politik uang, Wahyudi juga menekankan kepada para siswa, agar apabila ada yang menemukan indikasi pelanggaran, para pelajar juga diharapkan untuk melapor kepada pengawas pemilu setempat sebagai bagian dari pengawasan partisipatif.
"Ada 4 peran peran pengawas partisipatif yang bisa dilakukan yaitu memberi informasi awal, mencegah pelanggaran, mengawas / memantau dan melaporkan," ucapnya.
Menurut dia, kegiatan Bawaslu Goes To School ini merupakan bagian dari sosialisasi pengawasan Partisipatif yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Pekalongan.
"Kita menyadari jumlah personil kita sangat terbatas sehingga kita sangat membutuhkan peran dari seluruh elemen masyarakat dalam melakukan pengawasan partisipatif. Karena pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Sehingga buka menjadi tanggung jawab penyelenggara semata," terang dia.
Sebelum di kecamatan Paninggaran, program Bawaslu Goes To School telah dilaksanakan di Kesesi dan Petungkriyono. "Ini hanya awal dari rencana sosialisasi yang akan kita laksanakan di masing-masing kecamatan se Kabupaten Pekalongan. Harapannya agar masyarakat juga ikut berperan aktif dalam pengawasan pemilu. Sehingga akan menghasilkan Pemilu yang berintegritas dan berkualitas," pungkasnya. (yan)