Kami pun masih kekeh hanya ingin membeli dua buah saja. Hingga kami akhirnya dipilihkan buah lain yang belum dipaketkan.
Sebagai pembeli yang tidak ingin rugi, pastinya kami juga meminta tester kepada mereka. Sayangnya mereka hanya memberikan kesempatan mencicip buah durian satu colekan saja. Buah yang diicip pun buah yang secara kasat mata kondisinya jelek. Di mana buah tersebut bawahnya sudah penyok, dan katanya bekas dimakan codot (kelelawar).
Buah durian yang diicip pun tidak dibuka dengan lebar, hanya dibuka seukuran jari bisa masuk untuk mencolek secuil daging durian. "Lumayan enak sih meskipun cenderung pahit," kataku yang kebagian jatah mencicip.
Ketika kami meminta untuk membeli buah yang saya icip tadi, penjual tersebut tidak memberikannya. Ia berdalih tidak ingin memberikan barang jelek ke pembeli karena sudah dimakan kelelawar. Ia malah memberikan durian yang lain dengan ukuran yang lebih kecil dari paket yang pertama.
Di sela-sela tawar menawar pun, kami sempat meminta agar durian tersebut dibelah. Kami ingin melihat isi didalamnya dan ingin mencicipi beberapa buah do tempat. Tetapi mereka menolak dengan alasan tidak membawa pisau.
Ketika ditanya durian tersebut berasal dari mana, jawaban mereka pun berubah-ubah. Awalnya mereka bilang durian tersebut merupakan durian daerah sini. Namun ketika dikonfirmasi apakah berasal dari Kandeman, penjual tersebut malah mengubah jawabannya.
"Durian Doro niki. Jadi belinya pun sudah mahal karena ongkos ke sininya mahal," ujarnya sambil membalas tawar-menawar kami.
Setelah terjadi tawar menawar, kami menyepakati dua durian sedang dengan harga Rp80 ribu. Setelah membayar, mereka pun sempat mencuri-curi pandang ke plat mobil kami. Mereka menanyakan dari mana asal kami, yang kami jawab berasal dari luar kota.