Jangan Terlena Penurunan Angka Kasus Kekerasan

Jumat 24-01-2020,11:15 WIB

*20 Kasus Kekerasan Anak

*24 Kasus Kekerasan Gender dulu 45

Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perlindungan Perempuan dan Anak (DPMPPA), Nur Agustin

KOTA - Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak, dan Remaja (LPPAR) Kota Pekalongan mencatat, angka kasus kekerasan berbasis gender dan kekerasan anak tahun 2019 lalu mengalami penurunan. Selama satu tahun, untuk kasus kekerasan anak tercatat mencapai 20 kasus atau sama dengan kasus yang dilaporkan tahun lalu. Sedangkan kekerasan berbasis gender, selama tahun 2019 tercatat sebanyak 24 kasus atau turun signifikan dari tahun 2018 yang tercatat sebanyak 45 kasus.

Dari angka kasus selama tahun 2019, untuk kekerasan terhadap anak didominasi kekerasan fisik sebanyak 10 kasus, kekerasan seksual 6 kasus dan kekerasan penelantaran ekonomi sebanyak 4 kasus. Sedangkan untuk kekerasan berbasis gender, selama tahun 2019 didominasi kekerasan berupa penelantaran ekonomi sebanyak 13 kasus, kekerasan psikis 5 kasus, kekerasan fisik 4 kasus dan kekerasan seksual sebanyak 2 kasus.

Meski dari angka terlihat menggembirakan, karena mengalami penurunan, namun kondisi tersebut diharapkan tak membuat masyarakat maupun stakeholder terlena. Sebab angka dalam kasus kekerasan gender maupun anak, dapat dimaknai dua sisi. Menggembirakan karena angkanya turun, namun di sisi lain sifat kasus kekerasan anak maupun gender ibarat gunung es.

Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perlindungan Perempuan dan Anak (DPMPPA) Nur Agustin mengatakan, potret angka kekerasan dapat diibaratkan seperti fenomena gunung es. Yakni tampak sedikit di puncaknya namun bisa jadi lebih besar pada kenyataannya.

"Tahun 2019 lalu angkanya memang turun. Tapi sebenarnya bagi kita, angkanya 1 pun itu bukan hal yang menggembirakan. Kita juga tahu kekerasan anak dan perempuan ini ibarat gunung es. Yang dilaporkan bisa jadi lebih sedikit dibandingkan kasus yang sebenarnya terjadi," ungkapnya.

Menurutnya, di satu sisi jika angka kekerasan naik maka bisa dianggap bahwa kesadaran masyarakat untuk melapor sudah meningkat. Namun di sisi lain terlihat memprihatinkan. "Sehingga kami terus melakukan advokasi terhadap masalah ini. Karena masih ada sekolah, orang tua atau elemen masyarakat lain yang menganggap kasus seperti ini adalah ranah privat. Padahal sebetulnya kasus ini milik negara yang berkepentingan untuk turut andil di dalamnya," jelas Agustin.

Sehingga selain diberikan pemahaman terkait perlunya melakukan pelaporan, juga harus dilakukan sosialisasi bagaimana upaya pencegahan dan pengurangan resiko. Terkait hal itu, dikatakan Agustin tidak lagi hanya menjadi tugas DPMPPA atau LPPAR namun harus dilakukan secara berjejaring antar pemerintah yakni OPD terkait, instansi vertikal seperti Polri hingga elemen masyarakat lainnya.

"Misalnya di sekolah, masih sering terjadi bullying atau perundungan yang dinilai merupakan hal biasa saja karena masih usia remaja. Padahal tindakan tersebut dapat berdampak panjang bagi anak. Kemudian untuk anak di TK atau SD juga harus diberi pemahaman jangan sampai mau disentuh oleh orang asing. Kemudian untuk OPD atau dinas harus memperhatikan substansi program untuk pemenuhan hak anak," jelasnya.

Kemudian, Agustin juga menyebut bahwa media memiliki peran yang tak kalah penting. Bukan hanya memberitakan kasus kekerasan namun harus ada edukasi di dalamnya bagi masyarakat untuk memahami tanda-tanda adanya kekerasan sehingga jika ditemui penanganan bisa dilakukan lebih cepat.

Untuk melakukan pencegahan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh maisng-masing stakeholder. Untuk di dunia pendidikan, sekolah harus melibatkan orang tua dengan menggelar kelas parenting. Karena kelas parenting tidak diajarkan dimanapun sehingga butuh disosialisasikan. Kemudian di tingkat masyarakat juga harus banyak menyinggung tentang psikologi remaja karena seringkali orang tua tidak mengerti bagaimana berkomunikasi dengan anak.

Kemudian bagi pemerintah, harus ada program yang sinergis terkait perlindungan anak dan perempuan. "Kita harus keroyok bersama dari berbagai sisi agar angka kekerasan dapat terus ditekan," tandasnya.(nul)

Tags :
Kategori :

Terkait