Berlakunya otonomi daerah memberikan pengaruh bagi pembangunan daerah dalam meningkatkan motivasi antardaerah dalam mengaktualisasikan diri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan potensi ekonomi lokal. Pemberdayaan ekonomi lokal dapat dilakukan dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki oleh tiap daerah sehingga dapat menciptakan kesejahteraan sosial.
Sektor industri merupakan sektor percepatan laju ekonomi. Industri batik adalah salah satu industri penggerak ekonomi. Batik Indonesia semakin berkembang tidak hanya sebagai budaya tetapi juga sebagai identitas dan jati diri bangsa setelah memperoleh pengakuan dari United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra penghasil batik terbesar di Jawa Tengah.
Kota Pekalongan merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang memiliki jumlah UMKM yang cukup banyak dan didominasi oleh industri garmen dan batik, yaitu sebesar 90,10% dari keseluruhan jumlah industri yang ada di Kota Pekalongan.
Berdasarkan data dari Disperindag Provinsi Jawa Tengah, Kota Pekalongan memiliki jumlah industri batik skala kecil sebanyak 714 industri, lebih banyak dibandingkan dengan kota-kota penghasil batik lain di Jawa Tengah.
Aktivitas Industri batik pekalongan memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Pekalongan. Melalui sektor Perdagangan memberikan sumbangan tertinggi terhadap struktur perekonomian di Kota Pekalongan yaitu sebesar 22,72%, sementara sektor Industri Pengolahan yang sebagai sektor unggulan penunjang perekonomian sebesar 21,43%. Kontribusi tersebut memberikan dampak pada nilai PDRB Kota Pekalongan yang tercatat pada tahun 2017 PDRB Kota Pekalongan dengan perhitungan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) mencapai 9,28 triliun rupiah meningkat dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencapai 8,50 triliun rupiah. (Sumber: DPMPTSP Kota Pekalongan)
Keberhasilan ekonomi harus seimbang dengan indeks lingkungan, namun pada kenyataannya yang terjadi adalah indeks ekonomi berbanding terbalik dengan indeks lingkungan. Kondisi ekonomi masyarakat khususnya pelaku industri batik meningkat akibat penjualan batik yang meningkat, akan tetapi kondisi lingkungan semakin menurun. Kontribusi industri batik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan, membuat semangat untuk terus meningkatkan hasil produksi batik. Namun, aktivitas bisnis industri batik ternyata memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini dikarenakan masih banyak produsen industri batik yang membuang limbah ke sungai. Alasan pembuangan limbah kesungai karena proses pengelolaan limbah terkenal membutuhkan modal yang banyak sedangkan industri batik kota pekalongan didominasi oleh industri skala kecil.
Problematika
Perkembangan industri suatu wilayah tentunya akan memberikan perubahan pada pertumbuhan ekonomi lokal dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan kemampuan daya beli masyarakat. Industri batik Kota Pekalongan yang didominasi oleh industri menengah dan kecil maka mayoritas proses produksi batik dilakukan secara tradisional yang belum menerapkan konsep produksi bersih sehingga memperparah timbulan limbah, karena kebiasaan industri kecil yang beroperasi secara inefisien. Seperti penggunaan air yang berlebihan, tidak memperhitungkan bahan baku, zat warna, bahan kimia, lilin batik dan cara pengerjaan yang belum tertata dengan baik sehingga dapat mencemari lingkungan.
Perkembangan industri di Kota Pekalongan yang tidak diimbangi dengan pengelolaan limbah yang dapat mencemari lingkungan. Industri skala rumah tangga maupun industri kecil/menengah mendapatkan manfaat dari kegiatan produksi. Dimana pelaku industri, tidak memperhatikan aspek lingkungan maupun social. Pembuangan limbah tanpa diimbangi dengan penyediaan water treatment berdampak pada industri dengan biaya murah dengan menekan biaya produksi sehingga akan diperoleh keuntungan yang lebih besar. Kondisi pencemaran sungai terjadi hingga saat ini, salah satu contoh sungai yang tercemar yaitu Kali Loji, secara historis sungai tersebut dahulunya menawan dan berperan vital namun kondisi sekarang sudah berbeda, warna sungai yang pekat akibat pencemaran zat kimia, selain itu juga diperparah dengan penumpukan sampah disungai.
Pencemaran sungai dari limbah batik juga karena penggunaan pewarna yang masih didominasi oleh pewarna kimia. Penggunaan pewarna alami masih sangat jarang digunakan, padahal jika terus menerus menggunakan pewarna kimia tidak hanya sungai yang tercemar tetapi juga berdampak pada warga yang tinggal dekat dengan sungai dan industri batik menyebabkan kualitas air tanah menjadi buruk, dan akhirnya warga menggunakan PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) dengan membayar Rp. 60.000/bulan untuk mendapatkan air bersih. Sungai merupakan salah satu sumber kehidupan manusia, karena tanpa adanya air yang bersih dan sehat manusia akan mengalami masalah dalam pemenuhan air untuk kebutuhan hidupnya.
Kewajiban pengelolaan limbah juga sudah diatur dalam Perda No 9 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Air Limbah di Kota Pekalongan juga menjelaskan mengenai tata kelola air limbah, yakni dengan menggunakan IPAL. Hal tersebut tercantum pada Pasal 4 ayat 1, yaitu Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan dan membuang air limbah wajib memiliki IPAL, guna mengolah air limbahnya agar sesuai dengan baku mutu air limbah. Peraturan tersebut memberikan gambaran bahwa pengelolaan air limbah sangat penting, namun dalam pelaksanaanya masih banyak pengusah industri batik yang membuang limbah langsung ke sungai.
Pemerintah Pekalongan telah membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) batik yang terletak di Kelurahan Jenggot pada tahun 2009, kemudian Pemerintah Pekalongan juga membangun IPAL batik yang terletak di Kelurahan Kauman (Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup Kota Pekalongan, 2007). Penyediaan IPAL yang masih terbatas belum mampu mengelola limbah batik secara memadai. IPAL batik di Kelurahan Jenggot hanya dapat mencakup sekitar 400 volume m3 per hari debit air limbah pembuangan sedangkan total debit air limbah di Pekalongan meningkat tajam menjadi 700 volume m3 per hari.
Masalah air limbah tidak sederhana yang dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian yang tepat.