iklan banner Honda atas

Kurangi Ketergantungan Impor Sekaligus Cegah Pencemaran Lingkungan

Kurangi Ketergantungan Impor Sekaligus Cegah Pencemaran Lingkungan

**Melihat Upaya Perajin Batik Mengulang Kejayaan Batik Warna Alam

Sebagai bagian dari warisan budaya dunia, nasib batik di Batang dan Pekalongan ternyata masih pasang surut. Hal itu terutama terkait kesulitan para perajin batik mendapatkan bahan baku yang murah sekaligus ramah lingkungan. Untuk mengatasi hal itu, salah satunya melalui inovasi batik dengan pewarna alam. Seperti apa?

INOVASI tersebut memang muncul karena dua penyebab. Pertama, tingginya ketergantungan produksi batik pada bahan baku impor dari China, seperti zat pewarna, kain, dan malam (lilin). Kedua, terkait isu lingkungan, yakni penggunaan bahan kimia yang menyisakan polusi.

Karena keprihatinan itulah, akhirnya sejumlah perajin batik mulai berinovasi dengan menggunakan bahan pewarna alami. Salah satunya Supardi, perajin batik Batang yang beralih ke bahan alami demi menghindari pencemaran lingkungan.

"Bahan baku batik warna alam ini berbau seperti jamu, segar, dan ramah lingkungan, sehingga berbeda jauh dengan penggunaan membuat kain batik dengan zat kimia yang menimbulkan bau menyengat," ungkapnya.

Adapun, untuk mendapat bahan warna alam batik, para perajin biasanya mengolah dari daun indigo dan kulit kayu seperti mahoni, tingi, tigeran, jalawe, dan nangka.

"Jika kita menggunakan lima jenis kulit kayu maupun daun itu, kita sudah bisa menghasilkan banyak warna yang bagus untuk bahan pewarna batik," bebernya.

Menurut Supardi, produk batik warna alam tidak akan kalah kualitasnya dengan batik yang menggunakan bahan zat kimia. Bahkan, kainnya tidak akan cepat luntur maupun kusam, meski terkena terik matahari maupun dicuci dengan mesin cuci.

"Batik bahan warna alam ini tetap halus meski dicuci dengan menggunakan mesin. Ini inovasi yang kini dilakukan oleh perajin batik untuk menghindari pencemaran limbah dan ketergantungan pasokan bahan baku pewarna impor," terangnya.

Dikatakan, produk kerajinan batik berbahan warna alam ini sebenarnya sudah dilakukan pada zaman kerajaan Majapahit, namun tenggelam seiring kemajuan zaman.

"Pada era teknologi yang makin canggih, ada kecenderungan perajin batik lebih menyukai memproduksi batik dengan menggunakan zat kimia untuk pewarna batik meski dampaknya cukup luar biasa. Namun, dengan inovasi dan kreatifitas para perajin, maka kini kami mulai beralih dengan memanfaatkan bahan pewarna batik dari daun dan kulit pohon," terangnya.

BAHAN BAKU
Proses pembuatan bahan baku warna alam ini mulai dari serbuk kayu dicampur air, kemudian dikeringkan hingga kadar airnya habis dan membentuk tepung halus.

Mesin pembuat tepung warna alam ini pun masih tradisional, karena dibuat sendiri dan belum ada di pasaran. "Butuh waktu lama untuk membuat mesin pembuat bahan baku batik warna alam, sekitar enam bulan. Sebab, di pasaran belum ada yang menjual, jika pun ada harganya pasti mahal," katanya.

Ia mengatakan untuk mendapat bahan baku warna alam yang cukup bagus, maka diperlukan perbandingan campuran tepung serbuk kayu atau daun dengan volume air yang dibutuhkan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: