AWAS WABAH DEMAM BERDARAH

AWAS WABAH DEMAM BERDARAH

**Kasus DB Meningkat Tajam
**Angka Bebas Jentik di Bawah Ideal

KAJEN - Kasus penyakit demam berdarah (DB) di Kabupaten Pekalongan di awal tahun 2022 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan kejadian di tahun 2021.

Meskipun belum ada kasus kematian, peningkatan kasus DB perlu disikapi dengan bijak. Masyarakat diajak kembali untuk meningkatkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pola hidup bersih dan sehat harus digalakkan untuk antisipasi.

Apalagi berdasarkan data di Dinas Kesehatan, angka bebas jentik (ABJ) di Kabupaten Pekalongan masih rendah atau masih di bawah ideal. Idealnya, ABJ itu 95 persen. Di Kabupaten Pekalongan, ABJ di kisaran 60 persen hingga 65 persen. Artinya, faktor risiko penyebaran DB akibat gigitan nyamuk Aedes aigypti masih cukup tinggi.

Subkoordinator P2PTM Dan PM Dinkes, Sudaryanto, kemarin, mengatakan, kasus demam berdarah di tahun 2022 di Kabupaten Pekalongan sejak Januari cenderung ada peningkatan dibandingkan kejadian di tahun 2021. Di bulan Januari 2021 ada sekitar 34 kasus. Di Januari 2022 ada 62 kasus. Peningkatannya hampir dua kali lipat.

"Kalau untuk endemisnya situasinya masih sama seperti tahun kemarin. Memang wilayah-wilayah yang selama ini ada kasus demam berdarah hampir setiap saat bisa terulang di situ juga," terang dia.

Dikatakan, faktor pemicu demam berdarah banyak. Yang paling utama ialah faktor lingkungan. Angka bebas jentik di Kota Santri tergolong masih rendah. ABJ di angka 60 persen - 65 persen.

"Ini menjadi salah satu faktor risiko, karena nyamuknya pasti ada," ujarnya.

Yang kedua, kata dia, mobilitas orang. Sama dengan Covid, mobilitas tinggi jadi faktor risiko penyebarannya. "Seseorang yang menderita sakit kan tidak pasti menunjukkan gejala. Jika kondisinya fit, ada virus demam berdarah di tubuhnya tapi dia ndak sakit. Tapi begitu dia digigit nyamuk, disedot darahnya. Nyamuk itu lalu gigit orang yang lemah posisinya, pindah lah virus ke orang yang lemah itu. Akhirnya orang yang lemah itu baru muncul gejalanya," terang dia.

Yang ketiga, lanjut dia, pengetahuan masyarakat masih kurang tentang DB. Menurutnya, masyarakat cenderung ambil jalan pintas saat sakit. "Dia akan cenderung beli obat ke warung. Setelah ndak turun-turun panasnya baru dia akan mencari bidan, perawat, atau dokter. Ini bisa sebabkan fatalitas seperti kematian," ungkapnya.

PELANA KUDA

Direktur RSUD Kajen dr Imam Prasetyo dalam wawancara sebelumnya mengungkapkan, DB biasanya panas 2 sampai 7 hari. Hari ke 3, 4, dan 5 harus diperhatikan sekali. Kurva panasnya kayak pelana kuda. "Hari satu dua naik, hari 3, 4, 5 turun, nanti hari ke 6, 7 baru naik.

Biasanya pertolongannya itu di hari ke 3, 4, 5. Masyarakat waspada di hari ketiga, empat, dan lima," katanya.

Sudaryanto mengatakan, pihaknya terus menggerakkan masyarakat terutama kader untuk lakukan monitoring jentik. Tapi jika itu tidak didukung partisilasi masyarakat, tidak akan berhasil. "Karena kunjungan mungkin hanya seminggu atau dua minggu sekali. Nyamuk itu netesnya cepat. Kami harapkan ada upaya dari teman-teman kader untuk memantau jentik tapi juga ada peran aktif dari masyarakat secara mandiri," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: