Pemkot Pekalongan Digugat Perdata Penyewa Ruko Kompleks Batik Plaza

Pemkot Pekalongan Digugat Perdata Penyewa Ruko Kompleks Batik Plaza

GUGATAN - Tim kuasa hukum penggugat perkara sewa menyewa ruko kompleks Batik Plaza sedang menunggu proses persidangan di PN Pekalongan, Selasa (7/1/2020) siang. WAHYU HIDAYAT

KOTA - Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan digugat secara perdata oleh beberapa penyewa ruko di kompleks Batik Plaza (eks Sri Ratu), Jalan Merdeka, Kota Pekalongan.

Sampai Selasa (7/1/2020), gugatan perdata perkara sewa menyewa ini telah dilayangkan oleh sembilan orang penyewa melalui tim kuasa hukumnya yang diketuai Arief NS ke Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan sejak pertengahan Desember 2019 lalu.

Diantaranya, perkara Nomor 48/Pdt.G/2019/PN Pkl dan Nomor 49/Pdt.G/2019/PN Pkl telah didaftarkan pada 19 Desember 2019 dan telah diagendakan untuk sidang pertama pada Senin (6/1/2020). Serta, Perkara Nomor 50/Pdt.G/2019/PN Pkl telah didaftarkan pada 23 Desember 2019 dan dijadwalkan untuk sidang pertama pada Selasa (7/1/2020). Hanya saja, kuasa hukum dari pihak tergugat, dalam hal ini Pemkot Pekalongan, hingga Selass (7/1/2020) belum dapat hadir mengikuti persidangan sebagaimana yang telah dijadwalkan.

Baca juga : Pemkot Siap Hadapi Gugatan, Sekda : Kami Amankan Aset Negara

Dalam berkas gugatannya, selain menggugat Pemkot Pekalongan sebagai Tergugat I, para penggugat pihak lain, diantaranya PT JGU (investor yang membangun Batik Plaza) sebagai Tergugat II. Selain itu, DPRD Kota Pekalongan juga menjadi Turut Tergugat I dan Kantor Pertanahan Kota Pekalongan menjadi Turut Tergugat II.

Ketua Tim Kuasa Hukum Penggugat, Arief NS, menuturkan gugatan dimaksud didasarkan adanya perjanjian awal di tahun 1987 bernomor 644.1/00267 tertanggal 9 Februari 1987 tentang Pembangunan Batik Plaza Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan.

Dikatakan Arief, pihaknya menganggap bahwa Pemkot Pekalongan telah melakukan wanprestasi. "Gugatan kita adalah terkait wanprestasi, karena Tergugat tidak melaksanakan kesepakatan sebagaimana dalam perjanjian yang telah dibuat," kata Arief, ketika ditemui Radar Pekalongan di PN Pekalongan, Selasa (7/1/2020).

Arief menjelaskan, kliennya mengajukan gugatan didasarkan pada perjanjian induk yang dibuat di tahun 1987 antara Tergugat I dengan Tergugat II, dengan jangka waktu 30 tahun.

Dalam perjanjian dimaksud, pada Pasal 19 disebutkan bahwa apabila di kemudian hari ternyata Tergugat II dapat menepati apa yang diperjanjikan di surat perjanjian dengan baik, bangunan banguna tersebut sudah jadi, dan seandainya dijual atau dioperkan kepada pihak ketiga maka pihak pertama (Pemkot Pekalongan) akan memberikan segala bantuan yang diperlukan oleh para pembeli bangunan dan juga akan memberi kesempatan pd pihak ketiga untuk mengajujan kepemilikan hak baru atas tanah dimana bangunan tersebut berdiri. "Kepemilikan hak baru tersebut diantaranya berupa hak guna bangunan," ungkapnya.

Dalam perkembangannya, lanjut Arief, pembangunan Batik Plaza sudah selesai dan oleh Tergugat II juga sudah dilimpahkan atau dijual kepada pihak ketiga antara lain para penggugat. "Penggugat mau membeli dengan nilai cukup tinggi pada saat itu karena ditunjukkan surat perjanjian tersebut, yang mana di dalamnya akan diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan kepemilikan hak baru," bebernya.

Kemudian, sampai batas waktu 30 tahun berakhir yakni 4 November 2019, kesempatan pemberian hak dimaksud belum diberikan ke para penggugat. "Malah disomasi oleh Pemkot, mereka diminta mengosongkan tanah tersebut. Sehingga di sini ada sengketa kepemilikan, sengketa hak. Akhirnya kita ajukan gugatan wanprestasi karena Pemkot tidak menepati Pasal 19," tandasnua.

"Selain itu, dalam perjanjian tersebut disebutkan pula telah mendapat persetujuan dari DPRD Kota Pekalongan. Maka kita juga menjadikan DPRD sebagai pihak Turut Tergugat. Kalau sudah diberikan hak, yakni HGB, tentunya kita tidak akan ajukan gugatan. Dan lagi, untuk bisa mendapat HGB kan ada mekanisme yang sudah diatur dalam perundang-undangan yang harus ditempuh," imbuh Arief.

Dalam berkas gugatannya tersebut, imbuh Arief, dalam Provisi-nya penggugat berharap ke Pengadilan untuk memerintahkan Tergugat untuk tidak melakukan tindakan apapun termasuk mendatangi obyek perkara, melakukan teror terhadap penggugat selaku penyewa yang beriktikat baik dan melakukan pengosongan terhadap obyek perkara sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Sedangkan dalam Pokok Perkara, dalam Gugatan Primernya penggugat berharap beberapa hal, diantaranya mengharapkan agar Pengadilan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, serta menyatakan sah secara hukum Perjanjian No. 644.1/00267 tanggal 9 Februari 1987; Surat Penegasan No. 593.5/01361 tertanggal 26 Juni 1989 yang dibuat oleh Tergugat I; serta menyatakan Penggugat adalah penyewa yang beritikad baik yang harus dilindungi kepentingan hukumnya, serta mempunyai hak untuk mengajukan Permohonan kepemilikan Hak Baru atas tanah yang di atasnya terdapat bangunan bertingkat yang disewa Penggugat. (way)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: