Pikukuh Karuhun, Sebuah Refleksi Pelestarian Lingkungan Sebagai Upaya Mitigasi Bencana

Pikukuh Karuhun, Sebuah Refleksi Pelestarian Lingkungan  Sebagai Upaya Mitigasi Bencana

Mahasiswa UGM yang melakukan ekspedisi riset ke dalam suku Baduy. Yakni Muhammad Ahsan, Tio Danendra, Abdulloh Hasyim, Thareeq Arkan, dan Bagas Amar-IST-

*Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Universitas Gajah Mada

Muhammad Ahsan, Tio Danendra, Abdulloh Hasyim, Thareeq Arkan, dan Bagas Amar

RADAR PEKALONGAN - Masa dewasa ini, kondisi kualitas lingkungan kian lama kian menurun. Banyak sekali terjadi bencana dan fenomena kerusakan lingkungan yang berdampak pada seluruh aspek kegiatan manusia. Saat ini, telah terjadi beberapa fenomena seperti banjir, longsor, terkhusus yang saat ini masih ramai ialah fenomena kenaikan suhu bumi selama beberapa tahun terakhir yang disebabkan oleh pemanasan global. Kerusakan lingkungan yang masif selama beberapa tahun terakhir harus diperhatikan dan direfleksikan kembali tentang bagaimana manusia harus melestarikan lingkungannya.

Posisi geografis Indonesia yang berada diantara dua benua dan dua samudera juga memberikan risiko bencana secara masif dan meluas. Hal tercermin dari adanya pertemuan tiga lempeng diantaranya lempeng eurasia, lempeng pasifik dan lempeng indo-australia (Mahfudhoh,2022) yang membentuk sebuah lingkaran gunung api (Ring Of Fire) sehingga risiko terjadinya bencana dan fenomena lingkungan banyak terjadi di Indonesia. Manusia perlu kembali merefleksikan tentang bagaimana mereka akan memanfaatkan lahan dan melestarikan lingkungan, sehingga dampak dari terjadinya fenomena fenomena bencana dapat diminimalisir. 

Lima orang mahasiswa Universitas Gadjah Mada, telah berhasil menemukan sebuah kearifan lokal budaya pelestarian lingkungan yang berasal dari Wilayah Suku Baduy yang secara administrasi berada di sebagian Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Penemuan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) berdasarkan skema pendanaan riset sosio-humaniora. Dari hasil ekspedisi tersebut, ditemukan sebuah kearifan lokal yang masyarakat baduy lakukan selama ini dalam konteks pelestarian lingkungan sebagai upaya memitigasi bencana yang akan terjadi. 

Suku Baduy merupakan salah satu suku yang masih menganut adat istiadat dan mempertahankan tradisi dan kebudayaan leluhur mereka (Nadroh, 2018). Adat dan kebudayaan tersebut meliputi adat pikukuh Karuhun, yang merupakan sebuah pedoman hidup yang dipakai oleh masyarakat Suku Baduy. pikukuh Karuhun mengandung norma dan nilai yang mengatur kehidupan masyarakat Suku Baduy baik dengan Tuhannya, leluhur, keluarga, tetangga maupun dengan alam. 

Dalam konteks pelestarian lingkungan, Pikukuh karuhun mengatur tentang bagaimana masyarakat adat memperhatikan dan mengelola sumberdaya lahan dan lingkungannya agar sesuai dengan pemanfaatan lahan oleh para leluhur mereka. Di Wilayah Suku Baduy, masyarakat membagi lingkungan/lahannya menjadi 3 jenis diantaranya ialah Lahan Garapan, Lahan Lindung dan Lahan Larangan. Tiga jenis lahan tersebut terbagi berdasarkan fungsinya masing-masing diantaranya, Lahan garapan ialah lahan yang berfungsi sebagai sumber penghidupan masyarakat baduy dan menjadi lahan yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan di bidang pertanian khususnya padi huma. 

Selanjutnya, Lahan Lindung dan Lahan Larangan merupakan lahan yang tidak boleh dipergunakan dan dibudidayakan meski oleh masyarakat baduy tersebut. Hal tersebut disebabkan karena lahan lindung menurut kepercayaan mereka ialah lahan yang khusus difungsikan sebagai kawasan perlindungan dan konservasi alam, sedangkan lahan/hutan larangan merupakan hutan yang hanya boleh dimasuki oleh para pu’un/ketua adat dari masing-masing kampung. Kampung tersebut terdiri dari Kampung Cibeo yang berfokus pada pengembangan pertanian, Kampung Cikertawarna yang berfokus pada pengembangan kesehatan masyarakat adat serta Kampung Cikeusik yang berfokus pada pengembangan keagamaan dan spritualitas masyarakat adatnya. 

Pikukuh karuhun juga mengatur tentang bagaimana sistematika pewarisan lahan di Suku Baduy yang tidak akan pernah bertambah luasan lahan garapannya dan tidak akan berkurang luasan lahan lindungnya meskipun terdapat pertambahan penduduk di setiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan nilai teguh yang dipegang oleh suku Baduy yang berbunyi Pendek teu meunang disambung; Lojong teu meunang dipotong yang artinya bahwa yang pendek tak boleh disambung dan yang panjang tak boleh dipotong. Makna lain dari kebudayaan tersebut ialah bahwasanya segala sesuatu yang telah ada sebelumnya dalam konteks ini ialah lingkungan dan lahan tidak boleh diubah maupun dirusak sedemikian rupa serta harus tetap dijaga dan dilestarikan.  

Masyarakat Baduy merupakan kelompok manusia yang hidup dengan memegang teguh adat dan tradisi secara turun temurun. Sehingga, secara alam bawah sadar mereka pasti akan selalu terikat karena sudah ditanamkan sejak mereka masih belia. Sejarah suku Baduy yang tertera dan tersebar secara lisan membuat semakin menguatnya tradisi maupun hukum adat di dalam setiap anggota masyarakat Baduy. Masyarakat Baduy memiliki pola dalam kehidupan mereka bahwa semua yang dikatakan atau diwariskan terhadap mereka adalah yang terbaik bagi mereka sehingga hal – hal tersebut tidak dapat diganggu gugat dan merupakan kodrat mereka selama hidup di dunia. Kaitannya dengan masyarakat modern yaitu bahwa bagaimana cara mereka meresapi dan mengimplementasikan aturan dalam kehidupan sehari – hari, dimana mereka juga mencintai lingkungannya dengan sepenuh hati dengan menganggap bahwa lingkungan juga berhak untuk hidup serta mendapat perlakuan yang sama seperti layaknya manusia.

Diharapkan temuan tentang kearifan lokal “Pikukuh Karuhun” dapat menjadi alternatif, referensi serta refleksi maupun renungan bagi semua elemen masyarakat terkait dengan pelestarian lingkungan sehingga dapat mengurangi risiko bencana di Indonesia disertai dengan prinsip yang berkelanjutan melalui cara yang efektif dan efisien. (*)

 

Sumber : 

Mahfudhoh, A. (2022). Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Daerah Rawan Bencana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: