Komisi B Soroti Masalah TPA dan Limbah Cair

Komisi B Soroti Masalah TPA dan Limbah Cair

RAKER - Komisi B DPRD Kota Pekalongan menyoroti masalah TPA dan limbah cair dalam rapat kerja bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kamis (9/1/2020) di Ruang Rapat Komisi B. DOK SETWAN

KOTA PEKALONGAN - Komisi B DPRD Kota Pekalongan menggelar rapat kerja bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kamis (9/1/2020). Dalam raker kali ini, anggota Komisi B banyak menyoroti dan mempertanyakan tentang solusi TPA Degayu yang kondisinya sudah tidak layak tapi hingga saat ini belum memiliki solusi yang jelas. Selain itu, DPRD juga mempertanyakan terkait masalah limbah cair yang juga tidak pernah terselesaikan dengan baik.

Anggota Komisi B DPRD Kota Pekalongan, Mabrur mengatakan, masalah TPA dan limbah cair di Kota Pekalongan merupakan masalah klasik. Dikatakannya, sejak dulu penyelesaian masalah tersebut selalu diupayakan tapi kenyataannya hingga saat ini belum ada solusi yang terealisasi atau solusi yang dilakukan tidak tuntas.

"TPA Degayu ini dari dulu sudah overload. Beberapa kali dijanjikan untuk pembangunan TPA regional di Kabupaten Pekalongan tapi sampai sekarang tidak terealisasi. TPS3R sebagai solusi di tingkat lokal dulu juga sempat bagus. Tapi sekarang kembali lagi sudah tidak optimal fungsinya," tutur Mabrur.

Mengenai limbah cair, Mabrur menyebut masalah itu merupakan masalah lintas daerah karena banyak limbah yang berasal dari Kabupaten Pekalongan. Dia menyatakan, sebelumnya pernah direncanakan meneken MoU bersama Kabupaten Pekalongan tapi dia melihat hingga saat ini belum ada realisasi. Selain itu, Gubernur Jawa Tengah juga menjanjikan akan memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut. "Coba itu dikejar bagaimana untuk fasilitasi tersebut dan juga kelanjutan dari TPA regional," katanya.

Terkait limbah cair, anggota Komisi B, Idi Amin mencontohkan solusi yang diterapkan di Bali. Dia yang mengaku melihat sendiri pengelolaan limbah di sana menceritakan bahwa menurut penuturan pengusaha batik hanya dibutuhkan Rp60 ribu per hari untuk memproses limbah agar menjadi lebih bersih sebelum dibuang.

"Tak hanya itu, di sana juga sangat ketat pengawasannya. Menurut informasi dari para pengusaha kalau pemrosesan ini hasilnya tidak bening atau dinilai tidak layak maka akan langsung ditindak oleh Satpol PP yakni dengan dilakukan penutupa usaha. Mungkin di sini bisa diterapkan termasuk merubah Perda agar lebih spesifik sehingga sanksinya jelas," tuturnya.

Terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut, Kepala DLH Purwanti menjelaskan, bahwa untuk TPA regional sejak 2018 sudah ada masterplan oleh Bappeda Provinsi Jawa tengah tapi ternyata belum ada lokasi. "Sudah ada di Kabupaten Pekalongan yang memenuhi syarat minimal 1 kilometer dari pemukiman tapi ternyata didemo masyarakat sekitar," jelasnya.

Selanjutnya Pemkab Pekalongan juga sudah berencana membuat sistem TAP seperti Bantar gebang yakni adanya tarif pembuangan. Namun lagi-lagi urusan lokasi menjadi kendala. "Masalah TPA regional ini memang masih terkendala lokasi yang sampai saat ini belum ada titik terang. Kami akan coba bersurat kembali ke Gubernur. Kira-kira apakah bisa mengintervensi untuk mewujudkan TPA regional," tambah Purwanti.

Sedangkan untuk limbah cair, DLH dikatakan Purwanti mulai tahun ini pihaknya akan menggandeng Polres Pekalongan Kota. "Kami sudah berkoordinasi tinggal rakor teknis di lapangan seperti apa. Namun mendengar informasi seperti ini, banyak yang protes yang menyampaikan ke Kadin. Kemarin kami sudah sosialisasi dan pengusaha ini minta waktu selama 6 bulan untuk pembenahan," katanya.(nul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: