DPRD Kabupaten Pekalongan Soroti Konstruksi Embung di Pabrik Sepatu, Penyebab Banjir Bandang di Wangandowo

DPRD Kabupaten Pekalongan Soroti Konstruksi Embung di Pabrik Sepatu, Penyebab Banjir Bandang di Wangandowo

DPRD Kabupaten Pekalongan soroti keberadaan dan konstruksi embung buatan di pabrik sepatu yang menyebabkan banjir bandang di Desa Wangandowo Kabupaten Pekalongan.-Hadi Waluyo-

KAJEN,RADARPEKALONGAN.DISWAY.ID - DPRD Kabupaten Pekalongan soroti keberadaan embung buatan dan konstruksinya di lokasi pabrik sepatu PT HAI yang tengah dibangun di Kabupaten Pekalongan. 

Pasalnya, gara-gara tanggul embung itu jebol banjir bandang menyapu Dukuh Sabrang Desa Wangandowo Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan hingga merenggut dua nyawa dan merusak puluhan rumah dan infrastruktur di desa itu pada Rabu, 13 Maret 2024.

Ketua Komisi 4 DPRD Kabupetan Pekalongan Abdul Munir dalam rapat kordinasi dengan Pemkab Pekalongan, PT HAI, dan perwakilan korban terdampak banjir bandang Wangandowo di Ruang Rapat Komisi 3 DPRD Kabupaten Pekalongan, Rabu, 20 Maret 2024, mengapresiasi atas tindak cepat dari BPBD, pemerintah daerah, camat, TNI, Polri dan lainnya untuk penanganan banjir bandang di Desa Wangandowo.

"Namun jika dilihat dari sisi bencana kami sangat prihatin, karena bencana ini tetap dipandang sebagai force majeure, sesuatu kejadian yang di luar kendali orang. Padahal ini bisa saja dihindari kalau saja perencanaan pembangunan di kawasan itu sistematis," ujar Munir.

Baca juga:DPRD Kabupaten Pekalongan Dorong Percepatan Recovery Korban Banjir Bandang Wangandowo

"Apalagi tadi disampaikan sudah ada tanda-tanda akan terjadi bencana. Mengapa tidak ada tindakan apapun? Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2007 ada prosedurnya itu jika ada tanda-tanda itu," lanjut dia. 

Bagaimana soal antisipasi, bagaimana peta kumpul, bagaimana penyelamatan, bagaimana jalan, dan lainnya sama sekali tidak dilakukan saat bencana jebolnya embung tersebut. Untuk itu, Munir menilai ada kelalaian dari pihak pabrik. Apalagi, ujar Munir, kawasan Wangandowo dan sekitarnya merupakan kawasan bebas bencana.

"Embung itu dibangun tidak sesuai rencana awal. Saya tahu dari awal pengadaan air bukan dari embung itu tapi dari PDAM yang sumbernya dari Kandangserang dibangun di Kajen. Itu rencana awalnya. Kami sudah pernah rapatkan dengan PDAM dalam rangka pemenuhan kebutuhan air baku di situ," katanya. 

Namun, kata Munir, pengadaan air itu berubah dari rencana awal. Sehingga munculah embung di atas bukit dengan bangunan konstruksi hanya berupa tanah. 

"Saat debit besar tentu akan jadi persoalan, apalagi sekarang dibuang ke sungai. Persoalan baru akan muncul, lingkungan sungai jadi rusak. Ini persoalan-persoalan yang kajian teknisnya belum tuntas," ungkapnya. 

Ia memahami bahwa bencana itu force majeure. Namun itu bisa diantisipasi jika perencanaannya matang. "Harus ada perencanaan bagaimana soal pembangunan, bagaimana konstruksinya. Ternyata konstruksinya tidak kuat, menggunakan tanah liat yang dipadatkan," katanya.

Begitu pun jika ada bencana, antisipasinya seperti apa harus dipersiapkan dengan matang. Dalam kejadian embung jebol, sama sekali tidak ada peringatan dini. 

"Tidak ada sosialisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat kaget di situ ada bencana. Untung pemerintah daerah kita baik hati semua, masyarakatnya baik hati semua. Tanggap langsung ditangani, karena apapun menimpa daerah kita. Tetapi saya menyesalkan dari pabrik yang mengabaikan ketentutan-ketentuan yang diatur dalam aturan tadi," ujar Munir.  

Oleh karena itu, Munir menyatakan, pihak perusahaan harus bertanggung jawab 100 persen atas dampak bencana tersebut. Selain itu, harus ada perbaikan konstruksi embungnya agar kejadian serupa tak terulang lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: