Memahami Perundungan Seksual di Lingkungan Medis: Sebuah Tinjauan Psikologis terhadap Pelaku

Memahami Perundungan Seksual di Lingkungan Medis: Sebuah Tinjauan Psikologis terhadap Pelaku

Rizki Nuansa Hadyan, S.Psi, MM, Psikolog, menjelaskan tentang perundungan di dunia medis-Rizky Hadyan-

RADARPEKALONGAN.CO.ID - Kasus perundungan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap anak dari pasien di sebuah rumah sakit pendidikan di Bandung membuka banyak pertanyaan penting dari sisi psikologis dan etis. 

Pelaku adalah dokter yang sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS), yang seharusnya menjadi teladan dalam hal profesionalisme dan tanggung jawab moral. 

Namun, kenyataannya, pelaku justru menyalahgunakan posisi dan kekuasaan yang dimilikinya. Tindakan ini tidak hanya mencederai korban secara langsung, tetapi juga menodai kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran.

Beberapa informasi yang beredar di media sosial menunjukkan bahwa pelaku berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang tergolong mapan. 

Ia tumbuh dalam keluarga yang berpendidikan tinggi—orang tuanya berprofesi sebagai dokter, begitu pula istrinya. 

Kondisi ini menambah ironi atas perbuatannya, karena lingkungan dan latar belakang yang seharusnya membentuk karakter kuat dan nilai etis, justru tidak mampu menjadi benteng moral terhadap perilaku menyimpang.

Melalui pendekatan psikologi, kita dapat menelusuri bagaimana seorang tenaga medis yang berpendidikan tinggi bisa melakukan pelanggaran berat seperti ini. 

Kajian ini penting tidak hanya untuk memahami apa yang salah dalam diri pelaku, tetapi juga bagaimana sistem dan budaya pola asuh bisa memungkinkan perilaku seperti itu terjadi. 

Dengan pemahaman yang mendalam, kita bisa merancang langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif demi menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan sehat bagi semua pihak.

Mengapa Pelaku Melakukannya? Perspektif Self-Regulation dan Eksperimen Marshmallow 

Untuk memahami perilaku pelaku, penting untuk melihat aspek psikologis seperti kegagalan dalam self-regulation—kemampuan untuk mengendalikan emosi dan dorongan internal. 

Dalam banyak kasus, pelaku mungkin mengalami kesulitan dalam mengelola dorongan seksual, terutama jika didukung oleh lingkungan yang permisif dan hierarki kekuasaan yang tidak sehat.

Hal ini berkaitan dengan temuan dari Marshmallow Experiment oleh Walter Mischel (1972), yang menunjukkan bahwa individu yang mampu menunda kepuasan sesaat (delayed gratification) cenderung memiliki pengendalian diri yang lebih baik dan berhasil dalam kehidupan sosial serta profesional. 

Pelaku yang tidak mampu menunda kepuasan cenderung bertindak impulsif, terutama dalam situasi di mana ia merasa memiliki kuasa atas orang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: