KAJEN, RADARPEKALONGAN.CO.ID - Pengadilan Niaga Semarang telah memutuskan pailit untuk PT Pandanarum Kenanga Tekstil atau PT Panamtex. Dampak terburuknya, pekerja PT Panamtex akan kehilangan pekerjaannya karena pabrik tutup.
Oleh karena itu, perwakilan buruh PT Panamtex mengadukan nasibnya ke Pemkab Pekalongan, Jumat siang, 27 September 2024.
Audiensi perwakilan buruh Panamtex dengan Pemkab Pekalongan dilakukan di Ruang Rapat Bupati, sekitar pukul 13.00 WIB.
Ketua PSP SPN PT Panamtex. Tabi'in, menyatakan, audiensi diikuti 25 orang pekerja PT Panamtex. Mereka mewakili 510 orang pekerja PT Panamtex.
"Sebagian besar pekerja ini adalah penduduk lingkungan di PT Panamtex di Jalan Raya Pandanarum RT 1 RW 1, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan," kata dia.
Baca juga:Pabrik Sarung di Pekalongan Dipailitkan, Ratusan Buruh PT Panamtex Gelar Aksi Demo
Dikatakan, pada tanggal 12 September 2024, pihak pekerja PT Panamtex dikejutkan dengan putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Menurutnya, konsekuensi terburuk sebagai pekerja PT Panamtex adalah hilangnnya pekerjaan karena tutupnya pabrik.
Menurutnya, pekerjaan tersebut telah ditekuni dan dijalani setiap hari. Beban mental atas hilangnya pendapatan keluarga pun menjadi beban berat bagi pekerja PT Panamtex.
"Bulan ini kami tidak mendapatkan gajian yang sedianya tanggal 7 Oktober 2024 ini kami terima. Ini sangat membuat kami syok," kata dia.
"Kebutuhan-kebutuhan seperti susu bagi anak-anak kami, biaya pendidikan baik uang saku anak sekolah, dan kebutuhan sosial atau hanya untuk sekedar makan dan minum, kami selama ini mengandalkan pendapatan UMK dari pabrik," ujar dia.
Dengan dijatuhkannya pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, 510 pekerja PT Panamtex tak tahu harus mengadu kemana selain ke pemerintah.
Harapannya, pemerintah memberikan alternatif solusi bagi para pekerja agar memperoleh pendapatan lagi.
Meski selama ini, kata dia, perusahaan bertahan di antara perusahaan-perusahaan lain di Pekalongan sudah gulung tikar seperti PT Dupanteks, Indratex dan PT Pismatex.
"Akhirnya kami yang harus menjadi korban seperti mereka juga. Kekhawatiran kami adalah sedikitnya lapangan kerja, juga usia yang tidak lagi produktif, serta minimnya ketrampilan kami, pastinya akan menjadikan permasalahan baru buat kami dan keluarga," katanya.