WONOKERTO - Pada tahun 2014, berdasarkan SK Kumuh Bupati luasan kumuh di Kabupaten Pekalongan 614,52 hektare (Ha). Tahun ini, Kota Santri menduduki peringkat pertama kawasan terkumuh se-Jawa Tengah.
Dengan penanganan yang serius, capaian penanganan kumuh Kabupaten Pekalongan selama 2017-2019 seluas 569,63 Ha. Sehingga hanya menyisakan luasan kumuh 44,89 Ha untuk tahun 2020.
Demikian disampaikan Koordinator KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) Kabupaten Pekalongan Ratnawati, disela-sela Bazar Corporate Responbility (CSR) di Desa Mulyorejo, Kecamatan Tirto, baru-baru ini.
Ratnawati menerangkan, program KOTAKU Kabupaten Pekalongan berpartisipasi dalam kegiatan Bazar CSR sebagai bagian dari From CSR-nya Kabupaten Pekalongan. "Kegiatan ini merupakan wujud nyata kolaborasi penanganan kumuh di Kabupaten Pekalongan," terang dia.
Dikatakan, KOTAKU berpartisipasi pada bazar itu dengan tujuan di antaranya, menyosialisasikan capaian penanganan kumuh KOTAKU pada pihak-pihak lain, sebagai bentuk partisipasi dan dukungan program KOTAKU terhadap program-program di daerah, dan upaya membangun sinergitas program-program pembangunan, khususnya dalam rangka penanganan dan pencegahan lingkungan pemukiman kumuh menjadi layak huni.
"Selain itu untuk memperkuat posisi dan eksistensi program KOTAKU sebagai bagian dari kegiatan pembangunan di Indonesia," kata dia.
Diterangkan, dalam eksibisi KOTAKU dalam bazar itu ditampilkan materi capaian penanganan kumuh pertahun dan strategi penanganan kumuh di Kabupaten Pekalongan dengan bentuk berbagai gerakan bersama dalam upaya membangun kesadaran masyarakat, dan investasi dan kolaborasi di Kabupaten Pekalongan, yakni di 119 desa/kelurahan yang tersebar di 8 kecamatan senilai Rp 435.098.076.317, serta khusus untuk lokasi SK Kumuh Bupati kolaborasinya mencapai Rp 339.378.492.800.
Sebelumnya diberitakan, pada tahun 2014 Kabupaten Pekalongan menduduki peringkat pertama daerah terkumuh se-Jawa Tengah. Dengan luas wilayah kekumuhan mencapai 614,52 hektare yang tersebar di 37 desa di 7 kecamatan di Kota Santri.
Berkat penanganan kawasan kumuh yang terencana dengan baik dan kerja sama dengan berbagai pihak, pada tahun 2019 ini luasan kawasan kumuh di Kabupaten Pekalongan terjadi pengurangan yang radikal, atau turun drastis. Kawasan kumuh pada tahun 2019 ini sudah berkurang menjadi 162,05 hektare, atau selama kurun waktu lima tahun terjadi pengurangan luasan kawasan kumuh 452,47 hektare.
Demikian disampaikan Bupati Pekalongan Asip Kholbihi saat jumpa pers penanganan kawasan kumuh di Kabupaten Pekalongan di Wonokerto, Selasa (15/10) petang.
Menurutnya, ada beberapa gerakan atau inisiasi masyarakat yang memiliki andil hebat dalam penanganan kekumuhan itu. Di antaranya, Gerakan Gotong Royong Hidup Bersih dan Sehat (Gentong Hebat), Bersih Jumat Pagi (Berjumpa), Gerakan Masyarakat Sapu Bersih Sampah dan Bongkar Helikopter/jamban liar (Gema Sahe), Ayo Bangun Rumah Sendiri (Abang Rudi), Gema Setia, Gema Sahe, Gemas Makin Baik, Pashmina, dan Gen Pesat.
"Yang paling penting lagi setelah semua program ini terakumulasi dan dijalankan dengan baik, kita juga Alhamdulillah mendapat bantuan yang cukup signifikan dari program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh), dengan capaian yang saya kira sangat luar biasa," ujar dia.
Disebutkan, pada tahun 2016 capaian pengurangan kumuh sebesar 84,94 hektare, sehingga pada tahun itu luasan kekumuhan masih ada 529,58 hektare. Pada tahun 2017, lanjut Bupati, kawasan kumuh kembali berkurang 50 hektare, sehingga masih ada 479,58 hektare kawasan kumuh. Sedangkan, pada tahun 2018, pengurangan kumuh sebesar 317,53 hektare, sehingga masih ada sisa 162,05 hektare.
"Target sisa kekumuhan 162,05 hektare ini Insya Allah diselesaikan pada tahun 2019 ini, sehingga pada akhir tahun ini Kabupaten Pekalongan kita canangkan bebas kumuh," tandas Bupati.
Diakuinya, untuk menuntaskan kekumuhan di Kabupaten Pekalongan itu tidak murah. Untuk mencapai tujuan yang ideal itu, pemerintah mengeluarkan pembiayaan sebesar total Rp 176.