Program Pengkayaan Mangrove dari Kemitraan Perlu Penyesuaian
KOTA - Pemerintah Kota Pekalongan mendukung program yang direncanakan Kemitraan melalui program Adaptation Fund (AF) Pekalongan yakni kegiatan pengkayaan mangrove dalam rangka upaya membentuk dan melaksanakan budidaya perairan di ekosistem bakau oleh masyarakat Kota Pekalongan. Untuk menindaklanjuti hal ini digelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Dafam, kemarin.
Kepala Bappeda Kota Pekalongan, Cayekti Widigdo mengungkapkan bahwa Kemitraan telah menyusun proposal dari 2015 dan 2016, ini baru disetujui Desember 2020. Karena lamanya persetujuan dinamikanya berubah, contoh yang terkait mangrove dan tanggul laut yang awalnya direncanakan di Degayu. Dengan maksud dapat menambah hijau dan memperkaya sisi timur karena untuk sisi Barat sudah ada mangrove Pusat Informasi Mangrove (PIM).
"Namun dinamikanya berubah pada Juni 2020 dan ada rob besar. Pada 29 juni 2020 malam, kami menghadap Menteri PUPR saat ada kunjungan di KIT Batang dan Kota Pekalongan dapat alokasi Rp1,1 triliun. Setelah itu ada desain mulai Loji sampai Gabus, tiba-tiba Kemitraan disetujui oleh AF. Sehingga tidak mungkin satu lokasi dengan dua sumber dana," beber Cayekti.
Terkait mangrove, dalam proposal yang disusun bersama Kemitraan, dikatakan Cayekti bahwa ada pekerjaan konstruksi, mangrove, dan penyadaran perubahan iklim. Yang mangrove itu pada dasarnya tidak dipriortiaskan sebagai benteng utama tetapi dalam konstruksinya itu untuk lokasinya yang tadinya di Degayu difokuskan ke area PIM. "Tantangannya sekarang adalah kepemilikan lahan, hanya sekitar 4 hektar. Kami ingin ini jadi wisata mangrove karena kalau dijadikan tambak sudah tidak bisa lagi dan bisa disatukan dengan Wisata Pasir Kencana. Harapannya kepemilikan lahan di sana itu seperti urun lahan. Pengelolaannya juga harus melibatkan komunitas," kata Cayekti.
Lanjut Cayekti memaparkan, tantangan kedua yakni di lokasi tersebut terus mengalami penurunan muka tanah sehingga kondisi lahannya jika ditanami mangrove itu agak sulit. Karena mangrove juga butuh media tanam yang ada tanah dan airnya. Tatangan ketiga adalah aksesnya yang sementara ini hanya bisa dijangkau dengan perahu. "Peluang mangrove ke depan juga luar biasa. Selain bisa digunakan untuk pewarna batik dapat pula dibuat sirup. Kita optimis, minimal kita terus tanam mangrove di sana," tukas Cayekti.
Sementara itu, Team Leader Program Adaptation Fund Kemitraan, Dadang Hilman mengungkapkan bahwa kegiatan pengkayaan mangrove memiliki beberapa tujuan. Yakni dalam rangka upaya terbentuk dan terlaksananya budidaya perairan di ekosistem bakau oleh masyarakat, juga membaiknya ekowisata bakau dan melibatkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat pesisir Kota Pekalongan. Kemudian memperbaiki ekonomi budaya melalui penerapan batik ekologis dengan menggunakan pewarna berbahan baku bakau yang secara paralel dirangkaikan dengan kegiatan pembangunan bangunan pantai di area PIM.
"AF Pekalongan ingin membangun ketahanan kota pesisir terhadap dampak perubahan iklim dan bencana alam, memulihkan perlindungan alam untuk meningkatkan ketahanan dari bahaya banjir serta kerentanan dengan memulihkan ekosistem bakau dan meningkatkan perlindungan pantai menjadi salah satu target yang ingin dicapai," terang Dadang.
Disampaikan Dadang dalam FGD ini dibahas tentang kegiatan pengkayaan mangrove. Ada tiga pendekatan yang dilakukan oleh Kemitraan yang berkaitan dengan mangrove yakni proteksi terkait pesisir Kota Pekalongan. Khususnya untuk kawasan PIM yang oleh Perda Pekalongan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kedua, bagaimana warga terdampak di delapan kelurahan ini minimal bisa bertahan apa yang sudah dilakukan sekarang. dan bagaimana mangrove di sana harus tumbuh, kuat, dan keberadaannya ditingkatkan," pungkas Dadang.(nul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: