Rektor IPB : Rob Meluas Lebih Cepat dari Prediksi

Rektor IPB : Rob Meluas Lebih Cepat dari Prediksi

KOTA - Rektor Institut Pertaian Bogor (IPB) Prof Dr Arif Satria SP MSi mengungkapkan bahwa rob yang terjadi di wilayah Pekalongan meluas lebih cepat dibandingkan hasil prediksi maupun perhitungan yang sempat disusunnya pada 2010 lalu. Saat itu, dia bersama tim membuat perhitungan dan memprediksi bahwa rob akan sampai ke Sungai Loji dan meluap ke daerah sekitar pada 30 tahun ke depan sejak prediksi itu disusun.

"Tapi ternyata prediksi kami salah. Rob meluas lebih cepat. Belum ada 20 tahun rob sudah menyentuh daerah sekitar Sungai Loji yaitu di Kampung Arab (Jalan Surabaya dan Jalan Semarang) yang tiap hari selalu tergenang," ungkap Prof Arif Satria dalam workshop online 'Rembug Warga' dengan tema 'Road Map Penanganan Rob Pekalongan Pasca Pembangunan Tanggul', Kamis (18/6/2020).

Dia melanjutkan, dalam prediksi tersebut juga diperhitungkan bahwa dalam 100 tahun ke depan rob akan mencapai jarak 2,5 kilometer dari bibir pantai ke selatan. Tapi sekali lagi, dikatakan Prof Arif prediksi tersebut salah. Nyatanya saat ini rob di Kota Pekalongan sudah menyentuh jarak sekitar 4 kilometer. Jika tidak ada upaya apapun, maka rob akan makin meluas.

"Saat itu, kami menyampaikan prediksi terkait rob pada tahun 2012 banyak yang tidak percaya. Sekarang ternyata tahun 2020 rob sudah masuk wilayah Sungai Loji dan Kampung Arab. Ini sangat cepat sekali," tambahnya dalam workshop yang digelar Unikal bersama Forum Komunikasi Peduli Rob (FKPR) dan IPB tersebut.

Dia menyatakan, perlu kajian lebih lanjut terkait faktor yang membuat rob lebih cepat meluas. Apakah karena sea level raise (kenaikan permukaan air laut), perubahan iklim, atau land subsidence (penurunan permukaan tanah). Dari kajian itu, kemudian dapat ditentukan solusi yang perlu dilakukan.

"Satu hal paling penting adalah aspek sosial dan ekonomi yang sangat berdampak. Harus dibedakan masyarakat yang bisa beradaptasi dan tidak bisa beradaptasi. Bagi yang tidak bisa beradaptasi cara paling bagus adalah relokasi. Tapi bagi masyarakat yang mampu, mungkin bisa beradaptasi," katanya.

Sehingga menurut Prof Satria, maping terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat harus segera dilakukan sehingga dapat ditentukan langkah maupun program kegiatan rutin reguler atau non reguler yang harus dilakukan di wilayah tersebut. Sehingga langkah maupun kebijakan yang diambil dapat didasarkan pada hasil maping yang sudah dilakukan.

Dalam workshop yang dipandu Koordinator FKPR Pekalongan, Dr Mujio SPi MSi tersebut, hadir sejumlah narasumber baik dari akademisi, pejabat pemerintah, anggota DPR RI, bupati, wakil wali kota, hingga perwakilan dari Pemprov Jateng dan BBWS Pemali Juana.

Sementara Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Heri Andreas ST MT memaparkan bahwa faktor utama rob di Pekalongan adalah penurunan permukaan tanah sehingga masalah itu wajib dikaji dan dicarikan solusi. "Di Pekalongan land subsidence rata-rata bisa mencapai 20 sentimeter per tahun. Apakah eksploitasi air tanah ini bisa dikendalikan? bisa. Banyak wilayah di dunia yang bisa mengendalikan itu dan bisa mengatasi rob," katanya.

Mengenai keberadaan tanggul, menurutnya hanya menjadi semacam 'pain killer' sesaat. Sebab berdasarkan analogi dengan Jakarta di mana dibangun beberapa tanggul namun rob masih tetap terjadi baik karena adanya overtopping (limpas), tanggul yang bocor atau tanggul jebol.

Dia melanjutkan, terdapat program mitigasi rob di mana di dalamnya terdapat 16 program baku. Di Pekalongan, dari 16 program baru dua yang dilakukan yakni pembuatan tanggul dan penyediaan pompa serta peninggian bangunan dan infrastruktur. Sehingga menurutnya, harus ada tim atau badan tersendiri yang dibentuk dalam rangka mencari solusi untuk mengatasi permasalahan rob.

"Eksploitasi air bawah tanah membuat terjadintya penurunan permukaan tanah itu merupakan faktor utama. Banyak juga faktor lain yang membuat rob semakin meluas di Pekalongan. Eksploitasi air bawah tanah mulai dilakukan sekitar tahun 90-an dan dampaknya dari permodelan yang kami buat rob mulai terjadi tahun 2000-an walaupun kecil dan belum dikenal luas. Jadi ada keterkaitan sangat kuat ketika tahun 90-an eksploitasi air bawah tanah dimulai dan tahun 2000-an mulai terjadi rob," tambahnya.

Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani yang turut bergabung dalam diskusi mengatakan bahwa sinergi dan koordinasi antar semua elemen di Pekalongan baik yang ada di daerah maupun di Jakarta harus lebih diperkuat. "Jujur saya iri karena ada daerah lain yang koordinasinya bagus sehingga langkah-langkah yang diambil untuk mengatasui permasalahan sangat bagus. Di Pekalongan itu yang masih kurang," tuturnya.

Dia meminta agar baik FKPR maupun stakeholder terkait agar selalu memberikan input dan masukan kepada anggota DPR RI dari Dapil X. Sehingga ke tujuh anggota DPR dapat menyuarakan apa yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan rob. "Saat ini adalah saat yang tepat untuk mengusulkan karena sudah masuk masa persidangan untuk membahas RAPBN 2021. Sehingga kita bisa menjaga kepentingan Pekalongan. Saya berharap Pemkot dan Pemkab bisa memberi input terus menerus tentang problem rob di Pekalongan," harapnya.(nul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: