BAWASLU RENTAN DIGUGAT
**Awasi Pilkada, Karena Legal Standing UU 10/2016 Lemah
KAJEN - Bawaslu Kabupaten Pekalongan terancam tidak bisa melaksanakan tugasnya dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada 2020 di Kota Santri. Pasalnya, Bawaslu tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Persoalan itu mengemuka dalam jumpa pers Bawaslu Kabupaten Pekalongan dengan awak media di kantor Bawaslu setempat, Senin (9/9) siang. Jumpa pers yang dihadiri seluruh komisioner Bawaslu Kabupaten Pekalongan, Ketua Dinkominfo Anis Rosyidi, Kabid Humas Eka Iman Prabawa, dan wartawan ini membicarakan usulan revisi undang-undang pemilihan kepala daerah tahun 2020.
Komisioner Bawaslu Wahyudi Sutrisno, usai jumpa pers, menyampaikan, dalam jumpa pers itu Bawaslu berusaha menyampaikan bahwa perubahan UU Nomor 10 Tahun 2016 sangat mendesak untuk dilakukan, karena berkaitan dengan eksistensi kelembagaan Bawaslu dalam mengawasi Pilkada 2020.
Disebutkan, persoalan mendasar dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 terkait dengan definisi dari eksistensi lembaga Bawaslu. "Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Bawaslu adalah lembaga yang permanen, tapi di UU 10/2016 sifatnya adalah adhoc," terang dia.
Diterangkan, di UU 10/2016 anggotanya tiga orang. Padahal jika mengacu UU 7/2017 di kabupaten/kota bisa tiga sampai lima, dan di provinsi lima sampai tujuh orang, dan wewenangnya jauh lebih besar di UU 7 Tahun 2017. Padahal, kata dia, Pilkada mengacu pada UU 10/2016.
"Oleh karena itu sangat urgent dan mendesak agar ada revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 ini, terutama terkait definisi kelembagaan Bawaslu, agar Bawaslu memiliki legal standing," terang dia.
Dikatakan, ada tiga upaya yang telah dilakukan untuk merevisi undang-undang tersebut. Yakni, secara perorangan tiga komisioner Bawaslu kabupaten/kota dan provinsi dari Ponorogo, Sumbangsel, dan Medan mengajukan judicial review ke MA.
"Jadi ada dua kabupaten/kota dan satu provinsi. Mereka tidak mengatasnamakan lembaga tapi pribadi mengajukan judicial review ke MA," kata dia.
Upaya kedua, Bawaslu RI sudah mengajukan naskah akademik ke Presiden agar mengeluarkan Perpu jika ada permasalahan di UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut, dan langkah ketiga mengajukan perubahan UU itu ke DPR RI.
Disinggung kemungkinan terburuk jika UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak direvisi, Wahyudi secara pribadi menyatakan akan rawan digugat oleh pihak yang kalah dalam Pilkada. "Saya yakin kita optimis masih bisa mengawasi Pilkada. Namun menurut saya akan rawan muncul gugatan-gugatan dari pihak yang kalah Pilkada terutama dari sisi kelembagaan kita jika ini tidak direvisi, meskipun saya yakin itu belum tentu juga dimenangkan oleh pihak penggugat," katanya.
Sebelum ada revisi UU 10/2016, pihaknya tetap akan berpegangan pada undang-undang yang ada. "Kalaupun bermasalah nanti saya yakin ada antisipasi-antisipasi yang sudah dipikirkan oleh Bawaslu maupun pemerintah. Saya yakin itu sudah dipikirkan juga," imbuhnya. (ap5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: