Habitat Satwa Langka Terusik

Habitat Satwa Langka Terusik

**Ekowisata Petungkriyono Masih Sebatas Mass Tourism

KIAN TERUSIK - Pengembangan ekowisata yang masih bersifat mass tourism mengusik keberadaan satwa endemik dan langka di Hutan Lindung Petungkriyono.

PETUNGKRIYONO - Pengelolaan ekowisata di Hutan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan saat ini masih bersifat mass tourism dan dikelola secara sporadis. Kondisi ini bisa mengancam habitat satwa endemik dan langka di dunia seperti macan tutul Jawa, owa Jawa, elang Jawa, dan kukang Jawa.

Terusiknya habitat satwa dilindungi ini bisa terlihat dari tingkat keterjumpaan satwa tersebut yang kian sulit ditemui. Diduga, satwa-satwa itu bergeser ke tempat lain untuk menghindari keramaian manusia.

Demikian disampaikan pegiat lingkungan dari Komunitas Swara Owa, Wawan, Senin (23/12). Dikatakan, untuk keberadaan populasi dan distribusi macan tutul di Hutan Petungkriyono belum ada penelitian yang lebih lanjut. "Kemarin pasang kamera trap masih uji coba alat penelitian, apakah sesuai ndak alatnya malah dapat gambar yang bagus, bisa merekam keberadaan macan tutul Jawa," terang dia.

Menurutnya, kamera trap itu dipasang di Hutan Sokokembang. Namun, lanjut dia, berdasarkan penuturan warga di daerah atasnya juga pernah ditemukan jejak macan. "Macan area jelajahnya luas sekali, sehingga memungkinkan itu macan yang sama juga," kata dia.

Disinggung apakah ada imbas majunya ekowisata di wilayah itu dengan keberadaan satwa, Wawan tak menampiknya. "Wisata di Petungkriyono saat ini ramai sekali. Macan dulu sering lewat jalan Kroyakan-Sokokembang, sekarang ndak. Owa juga dulu banyak di lokasi itu, sekarang sudah menjauh karena ramai banget. Pasti ada imbas dari wisata tapi kita belum lakukan penelitian sejauh itu, "kata dia.

Dikatakan, banyak pihak yang berkepentingan dengan hutan. Oleh karena itu, para pegiat lingkungan bersama Cabang Dinas Kehutanan IV Dinas LH dan Kehutanan Jateng, Perum Perhutani, dan BKSDA Jateng menginisiasi untuk adanya forum kolaborasi pengelolaan hutan di Petungkriyono.

"Banyak yang berkepentingan dengan hutan, saya pikir dengan teman-teman kita butuh komunikasi antar semua pihak, baik di desa dan para pemangku kebijakan akhirnya kita bentuk forum dulu. Dari forum ini ke depannya nanti akan merekomendasikan pengelolaan hutan itu seperti apa," kata dia.

Dalam pertemuan-pertemuan awal itu, kata dia, muncul wacana pembentukan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk pengelolaan hutan di Petungkriyono."Dari segi payung hukumnya yang masuk KEE. Yang mewadahi untuk kawasan hutan lindung," ujar dia.

Ia menyarankan agar pengembangan ekowisata yang ramah hutan dan satwa dikembang di Petungkriyono, bukan sekedar mass tourism yang berorientasi hanya mengundang sebanyak-banyaknya pengunjung untuk datang.

"Wisata jangka panjangnyanya ndak hanya untuk manusianya, karena landscape kita di hutan ya dipertimbangkan dengan seluruh isinya.

Wisata sekarang masih biasa. Ke depan mungkin bisa dikembangkan wisata minat khusus. Ini cukup potensial sekali dikembangkan di Petungkriyono, dari burungnya, primatanya, itu bisa dikemas menjadi paket-paket minat khusus yang nilai jualnya cukup tinggi," kata dia.
Ditambahkan, di Hutan Petungkriyono masih dijumpai satwa langka dan dilindungi seperti binturong, elang Jawa, owa Jawa, macan tutul Jawa, dan kukang Jawa.

"Yang terakhir kita temukan burung raja udang kalung biru. Ini salah satu temuan terbaru di Jateng. Burung ini masuk 'critically endangered' atau kritis. Paling langka dan dilindungi di Indonesia. Di antara pengamat burung paling banget lihat itu," imbuh dia. (had)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: