Pemda Usulkan Relokasi Warga Simonet

Pemda Usulkan Relokasi Warga Simonet

Dikatakan, pasang air laut saat ini hampir terjadi tiap bulan. Banjir rob di pedukuhan itu kian parah akibat dampak setelah Wonokerto ditanggul, sehingga air tidak bisa meluap kemana-mana.
"Pedukuhan ini kan posisinya di sebelah utara tanggul dan di tepi laut lepas sehingga akhirnya air tertekan di situ, makanya terparah di Simonet ini," ujar dia.

Menurutnya, bronjong pengaman dari batu yang dibangun pemerintah pusat saat ini sudah tenggelam, sehingga tidak bisa menahan air pasang laut naik ke pemukiman warga.

Disinggung apakah Lebaran nanti banjir rob masih akan terjadi, ia mengaku tidak tahu, sebab kondisi alam saat ini tidak bisa ditebak.
"Saat ini kondisi warga ya memprihatinkan. Berbuka dan tarawih sulit. Terkadang pasang juga ada yang naik pada malam hari antara pukul 23.00 WIB hingga 05.00 WIB," kata dia.

Menurutnya, untuk mengatasi persoalan rob di Simonet, diharapkan pemerintah pusat membangun tanggul untuk penanggulangan rob.
"Seperti bronjong tapi jangan pakai batu lagi. Dulu batu-batunya besar-besar sekali, dan bisa tenggelam," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, ratusan warga di Dukuh Simonet, Desa Semut, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan kian resah dengan rusaknya bangunan breakwater di sepanjang pesisir pantai di wilayah itu.

Dengan kerusakan bangunan pemecah gelombang itu, banjir rob saat ombak pasang hampir menyapu seluruh pemukiman di Dukuh Simonet.

Kecemasan warga di pedukuhan paling utara di pesisir Kota Santri ini kian menjadi seiring dengan selesainya tanggul penanggulangan banjir rob. Maklum, pedukuhan ini berada di luar tanggul atau di sisi utara tanggul, sehingga kekhawatiran akan dampak ombak pasang laut kian menjadi.

Ketua RT 14 Dukuh Simonet, Sunaryo, menuturkan, di Dukuh Simonet terdapat 56 rumah, dengan 250-an kepala keluarga. Jumlah pemilih di pedukuhan ini ada 188 jiwa. Untuk mengatasi abrasi dan mencegah banjir pasang air laut, pemerintah membangun breakwater dengan konstruksi bebatuan. Ia mengaku lupa kapan breakwater itu dibangun, namun seingatnya pada tahun 2014.

"Breakwater itu dulu tingginya sekitar 2 meter, namun sekarang ambles hingga tingginya kurang dari 1 meter. Konstruksi batu untuk pemecah gelombang ini juga banyak yang bolong sehingga tidak berfungsi optimal saat air laut pasang," terang dia.

Oleh karena itu, banjir rob akibat pasang laut pun terus terjadi di pedukuhan ini. Bahkan, banjir sudah memasuki hampir semua rumah di dukuh tersebut, dengan ketinggian air di dalam rumah berkisar antara 20 cm hingga 50 cm.

"Untuk banjir rob sendiri biasanya terjadi pada bulan 4, 5, dan 6," terang dia.

Selama musim banjir rob, lanjut dia, akses masyarakat di pedukuhan ini nyaris terisolir. Sehingga warga pun kian kesulitan mendapatkan kebutuhan sehari-hari selama musim banjir rob.

"Kami saat ini kian resah karena kondisi breakwater rusak. Di sisi lain, tanggul penahan banjir rob sudah selesai, sehingga dikhawatirkan rob hanya akan berhenti di sini saja," katanya.

Dikatakan, banjir rob paling besar pernah terjadi pada tahun 2017. Saat itu, lanjut dia, ketinggian air mencapai 1,5 meter. "Kami berharap pemerintah bisa membangun breakwater yang rusak, sehingga air pasang laut bisa diantisipasi agar tidak masuk ke pemukiman warga," harap dia.

Anggota DPRD Kabupaten Pekalongan Sumar Rosul mengakui persoalan paling mengemuka di pedukuhan itu adalah tanggul breakwater yang sudah rusak konstruksinya. Warga, kata dia, meminta agar breakwater bisa ditangani pemda, agar air laut tidak masuk ke pemukiman.
"Saat musim rob, rumah di satu dukuh ini tergenang. Saat bangun tidur, perabotan sudah bergeser dari tempat semula karena banjir rob ini," katanya.(had)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: