Kontroversi Disertasi Hubungan Seks Nonnikah UIN Sunan Kalijaga

Kontroversi Disertasi Hubungan Seks Nonnikah UIN Sunan Kalijaga

Syahrur mengkontekstualisasikan konsep Milk Al-Yamin dalam kehidupan kontemporer dengan beberapa perkawinan yang bertujuan memenuhi kebutuhan biologis, seperti halnya terjadi di Eropa.

"Nikah-nikah sejenis ini sekarang umum dilakukan orang-orang Eropa, termasuk Rusia, di mana Syahrur hidup lama," kata Khoiruddin.

Pun nikah jenis seperti itu, katanya, juga telah ada dalam tradisi muslim dengan hukum yang kontroversial. Ada ulama yang membolehkan, ada pula yang mengharamkan.

Sebetulnya, kata Khoiruddin, Abdul Aziz dalam disertasinya mengkritik konsep Syahrur yang disebutnya memiliki bias-bias tersebut.

"Sayangnya, dalam abstrak, Abdul Aziz tidak menulis kritik tersebut. Malah menyebut konsep Syahrur sebagai teori baru dan dapat dijadikan justifikasi keabsahan hubungan seksual nonmarital," katanya.

Promotor lain, Sahiron, mengatakan penafsiran Syahrur terhadap ayat-ayat Alquran tentang Milk Al-Yamin itu cukup problematik. Problemnya, menurutnya, terletak pada subjektivitas penafsir.

"Subjektivitas penafsir yang berlebihan yang dipengaruhi oleh wawasan tentang tradisi, kultur, serta sistem hukum keluarga di negara-negara lain," katanya.

Subjektivitas yang berlebihan ini, kata Sahiron, memaksa ayat-ayat Alquran agar sesuai dengan pandangan penafsir, sehingga ayat-ayat tentang Milk Al-Yamin yang dulu ditafsirkan oleh ulama sebagai "budak" dipahami Syahrur sebagai "setiap orang yang diikat oleh kontrak hubungan seksual."

Kritik dari Penguji

Agus Najib, penguji disertasi Abdul Aziz, memberikan sejumlah kritik terhadap pemikiran Syahrur yang diteliti oleh Aziz. Salah satunya soal penyebutan Milk Al-Yamin, di dalam Alquran yang tidak hanya dikaitkan dengan budak perempuan tetapi juga budak laki-laki.

Namun, Syahrur hanya berfokus pada budak perempuan yang dimaknai secara kontemporer, sehingga, menurutnya, pembahasannya tidak komprehensif.

Syahrur menyebut hubungan nonmarital dengan sebutan akad komitmen, tetapi Syahrur, kata Najib, tidak mengemukakan syarat dan rukunnya (tidak menjelaskan detail aturan & tata cara pelaksanaannya).

Penguji lain, Euis Nurlaila, lebih menyoroti kealpaan penulis dalam menyematkan frasa "dalam perspektif Syahrur atau dalam kaca mata Syahrur".

"Sehingga yang terbaca dan terdengar adalah penulis mempunyai pandangan, melalui konsep Milk Al-Yamin, hubungan seksual di luar nikah itu sah dalam syariat Islam," katanya.

Penguji lain, Alimatul Qibtiyah, berpandangan pemikiran Syahrur terkait Milk Al-Yamin problematis, terutama jika dilihat dari perspektif kesetaraan gender. Pasalnya, hal itu tidak melihat dampak terhadap perempuan yang dinikahi dengan perkawinan yang sah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: