Marak Alih Fungsi Lahan di Pesisir

Marak Alih Fungsi Lahan di Pesisir

*Picu Rob Kian Masuk Ke Daratan
*Tanggul Tanpa Parapet Tidak Efektif Atasi Rob

KAJEN - Derasnya laju alih fungsi lahan untuk tambak dan pemukiman di pesisir Pekalongan cukup tinggi. Penggunaan lahan di daerah rawa belakang yang seharusnya untuk tempat air ini mempercepat masuknya rob ke daratan. Perubahan bentuk lahan di wilayah pesisir Pekalongan ini telah dianalisis dengan citra satelit oleh LAPAN.

"Kita analisis penggunaan dan perubahan lahan dari 1988 hingga 2019. Dulu pemukiman belum luas. Pada tahun 2014 hingga 2017, pemukiman meningkat cukup tajam ke daerah belakang. Sekitar 396 hektar pemukiman dibangun di rawa belakang yang seharusnya tempat air," ujar DR Rokhis Komarudin dari LAPAN saat Workshop Rembug Warga Peta Jalan Penanganan Rob Pekalongan Pasca Pembangunan Tanggul melalui webinar, Kamis (18/6/2020).

LAPAN, kata dia, juga melakukan analisis penurunan tanah selama 1988 - 2016. Disebutkan, pada tahun 1988 belum terjadi penurunan muka tanah. Pada tahun 2016, lanjut dia, dengan adanya perubahan penggunaan lahan rob masuk jauh ke daratan hingga 4,5 km. "Pengaruh penurunan muka tanah juga tinggi. Dari tahun ke tahun rob semakin meningkat," kata dia.

Disampaikan, pihaknya juga membuat simulasi menggunakan polder dan tanggul. Menurutnya, ada dua simulasi, pertama tanggul tanpa parapet dan kedua tanggul dengan parapet. "Simulasi tanpa parapet tidak efektif, rob masih masuk ke daratan. Tanggul dengan parapet cukup efektif, tanggul dapat menghalangi rob. Namun masih ada persoalan di bagian barat yang tidak terlindungi tanggul," kata dia.

Dari hasil citra satelit, dapat disimpulkan dengan adanya perubahan bentuk dan penutupan lahan, pemukiman semakin luas dan pembukaan area tambak di area rawa belakang yang merupakan tempat air, dan penurunan muka tanah pemicu masuknya rob ke daratan. Kondisi diperparah dengan pendangkalan saluran sungai oleh sampah. "Untuk mengatasi rob perlu upaya serius dari semua pihak," ujar dia.

Sementara itu, Rektor IPB Prof DR Arif Satria, menyampaikan, jika tanpa ada upaya, Kota Pekalongan akan menjadi daerah rawan genangan. Diprediksi dalam 100 tahun lagi mungkin sampai 2,12-2,85 km. "Untuk menghadapinya perlu adaptasi dari masyarakat maupun dilakukan relokasi," kata dia.

Program sosial yang disarankannya, pembangunan di daerah rob relatif tidak mudah jika dibandingkan di daerah yang mudah dijangkau. Harus dibedakan antara masyarakat yang bisa beradaptasi dan tidak bisa beradaptasi. Jika masyarakat mampu, mereka dapat melakukan penanganan secara mandiri. Untuk masyarakat yang tidak bisa beradaptasi, mau tidak mau harus dilakukan relokasi.

Sementara itu, Rektor Unikal Suryani SH MHum, mengatakan, dampak rob mengakibatkan hilangnya mata pencaharian, terganggunya lahan produktif, dan wilayah tambak yang tenggelam. "Mereka beralih pekerjaan dengan ikut kapal nelayan, dan pekerjaan lain di luar wilayah tersebut," kata dia.

Masyarakat yang mampu adaptasi, kata dia, berupaya meninggikan rumahnya. Namun, ada masyarakat yang pasrah karena tidak mampu meninggikan rumahnya.

Sedangkan Bupati Pekalongan Asip Kholbihi menyampaikan, tanggul pasca kontruksi (2019-2020) efektif mengatasi genangan banjir rob akibat pasang air laut. Menurutnya, banjir yang ada saat ini terjadi karena adanya limpasan dari sungai-sungai besar. "Rencana penyempurnaan penanganan banjir rob Pekalongan melalui BBWS Pemali Juana. Yakni, penutupan Sungai Mrican dengan pembangunan pintu pengendali dan pembangunan stasiun rumah pompa. Penutupan Sungai Meduri-Bremi dengan pembangunan pintu pengendali Sungai Meduri-Bremi dan pembangunan stasiun rumah pompa. Penyempurnaan tanggul Mulyorejo dan kolam retensi," kata dia. (had)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: