KAJEN,RADARPEKALONGAN - Mahasiswa KKN Universitas Diponegoro (Undip), Hymne Gloria Pepalemsa Sitepu, jaring informasi mengenai sertifikasi tanah di Desa Harjosari, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan. Hasilnya mengejutkan lantaran masih ada warga di pedesaan yang menolak atau enggan tanahnya disertifikasi dengan berbagai faktor penyebabnya.
Informasi sertifikasi tanah ini dijaring oleh mahasiswi Fakultas Hukum Undip ini dengan dosen pendamping lapangan Riandhita Eri Werdani melalui program kerja monodisiplin Edukasi Urgensi Sertifikasi Tanah Untuk Kepemilikan Lebih Pasti di Desa Harjosari, Sabtu, 29 Juli 2023. Edukasi pentingnya sertifikasi tanah ini dilaksanakan di rumah Kepala Desa Harjosari, Nuzulul Muschaf.
Program ini mengundang setiap ketua Rukun Tetangga (RT). Ada sembilan RT di Desa Harjosari. Program kerja Edukasi Urgensi Sertifikasi Tanah Untuk Kepemilikan Lebih Pasti di Desa Harjosari diawali dengan sambutan kepala desa, penyampaian materi edukasi tentang urgensi sertifikasi tanah, hingga diskusi dan jaring pendapat.
Untuk mendorong warganya memiliki sertifikat tanah, Pemerintah Desa Harjosari turut serta dalam usaha mengupayakan setiap warganya untuk mensertifikasikan tanah untuk kepemilikan yang lebih pasti.
Baca juga:Tim II KKN Undip Tanam 900 Bibit Pohon di Lahan Kosong di Desa Kalimojosari Pekalongan
Hal ini dibuktikan dengan telah terlaksananya program pemerintah berupa Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dilakukan secara cuma-cuma oleh pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Disampaikan oleh Muschaf bahwa program PTSL sendiri sudah pernah dilaksanakan setidaknya satu kali di Desa Harjosari. Sebanyak 541 bidang tanah sudah disertifikasikan dalam program tersebut.
Kendati demikian, ujar Hymne Gloria Pepalemsa Sitepu, angka tersebut masih menggambarkan besarnya upaya yang perlu dikerahkan bagi pejabat berwenang untuk mensertifikasi tanah warga. Pasalnya, masih banyak tanah warga belum bersertifikat. Bahkan masih ada penolakan dari warga dalam program sertifikasi tanah tersebut.
"Dari jaring aspirasi itu latar belakang warga menolak tanahnya disertifikasikan, yaitu tingginya biaya balik nama, proses pembagian kepemilikan tanah yang sulit apabila sudah disertifikasikan, dan kondisi warga yang masih belum mengetahui dengan jelas manfaat dari sertifikat tanah," ujar Hymne Gloria Pepalemsa Sitepu, dalam rilis yang diterima Radarpekalongan, Rabu, 16 Agustus 2023.
Baca lagi:Pertegas Identitas Desa, Mahasiswa Tim II KKN Undip Buatkan Peta Desa Harjosari Pekalongan
Jika dibedah satu per satu, kata dia, hal pertama dan utama warga enggan mensertifikatkan tanahnya adalah proses balik nama sertifikat tanah. Selain dinilai memiliki biaya yang tinggi dari perspektif warga setempat, warga juga menolak karena banyaknya tanah yang berupa tanah warisan yang mana harus dibagi-bagi pada saat balik nama tersebut dan prosesnya yang dinilai sukar.
Faktor kedua, lanjut dia, warga masih banyak yang belum mengetahui manfaat dari disertifikasikannya tanah yang mereka miliki, sehingga mereka memilih untuk tidak mensertifikasikannya. Padahal, ujar dia, sebagaimana termaktub dalam konstitusi Republik Indonesia, tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Indonesia sebagai negara hukum menjatuhkan mandat kepada negara untuk memberikan kepastian hukum termasuk dalam hal kepemilikan atas tanah melalui sertifikasi tanah tersebut.
Oleh karena itu, besar harapan warga Desa Harjosari agar diadakannya suatu kebijakan peringanan biaya balik nama atas tanah yang sudah bersertifikat. Bersamaan dengan hal ini, warga juga berharap kepada pejabat yang berwenang untuk turun langsung kepada masyarakat dan mengedukasi secara efektif mengenai urgensi sertifikasi tanah tersebut sebagai bukti kepemilikan yang lebih pasti.
Ia berharap, suara warga Desa Harjosari ini dapat sampai kepada pejabat terkait dan segera direalisasikan jalan keluarnya.