Pada buah stroberi, ini sesuai dengan buah yang terlihat indah dari luar namun mudah hancur karena teksturnya yang lembek. Sehingga dapat dipahami bahwa generasi stroberi adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tapi di sisi lain mudah menyerah dan rapuh saat menghadapi masalah.
Alasannya, karena generasi Z dibesarkan di lingkungan yang lebih baik layaknya buah stroberi yang ditanam dan dirawat di rumah kaca jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Generasi ini juga tidak begitu kuat menghadapi tekanan, kesulitan, dan mudah frustrasi karena mereka telah dibesarkan di lingkungan yang baik dan nyaman, serta dapat memperoleh hampir apa pun yang mereka inginkan.
Sejak label itu muncul, secara umum masyarakat menganggap generasi stroberi sebagai anak muda yang tidak kompeten dan kurang bertanggung jawab, seperti contohnya seringkali berpindah-pindah pekerjaan.
Lalu, siapa yang salah? Menurut Kiki generasi tua cenderung menganggap anak-anak zaman sekarang bermental lemah, manja, dan tidak tahan banting.
Mereka lupa bahwa mereka pun turut berkontribusi dalam membesarkan generasi Z lewat didikan dan pola asuh mereka yang menggampangkan setiap urusan.
Seperti ketika anak minta untuk main bersama, daripada bermain bersama anak, orang tua kerap kali hanya memberikan gadget dan membiarkan anak bermain sendiri.
Maka, persoalan ini tidak bisa hanya disalahkan kepada generasi Z saja, karena orang tua pun punya andil yang besar dalam menciptakan karakter generasi Z yang ada saat ini.
Semoga kasus mahasiswi pelaku bunuh diri di Mall Semarang bisa membuka mata kita agar pentingnya memberikan perhatian yang intens kepada mereka. (*)