Syahdunya muali terpampang jelas setelah memasuki hutan pinus setelah loket tadi.
Saya bisa menghirup udara segar pegunungan dengan iringan suara jangkrik, gemerisik daun, dan sayup-sayup suara sekelompok orang tertawa.
Tidak ada ingar-bingar musik yang kencang atau klakson yang bersahu-sahutan.
Saya memilih tempat duduk yang menghadap langit luas dengan hamparan kebun dan pemukiman di bawahnya. Seandainya malam hari, sudah pasti banyak bintang di bawah kaki saya berdiri.
Ditemani singkong keju yang rasanya tidak tertandingi, mendoan, kentang goreng, kopi, dan es coklat, kami membahas A sampai Z.
Bahkan sesekali hanya diam saja menikmati kedamaian yang Sapta Wening suguhkan. Tanpa melakukan apa-apa atau obrolan pun, tempat ini sudah bikin saya jatuh hati.
Sekalipun berada di tengah hutan, Sapta Wening punya sajian yang bervarian. Banyak menu camilan, makanan wajib anak kos alias mie instan, beberapa menu nasi, aneka kopi, dan wedang-wedangan khasnya.
Harganya juga masih terbilang standar, kisaran 8 ribu sampai 30 ribuan.
BACA JUGA:Gak Banyak yang Tahu! Ternyata, Segini Bayaran Paula Verhoeven di Awal Karir Modelnya
Selalu ada mendung dan hujan di Sapta Wening
Saya ingat betul, saat itu adalah musim panas. Tapi saya bahkan tidak merasakan kepanasan di sana.
Saya justru sempat khawatir beberapa kali karena langit mendadak gelap, sekalipun hanya turun air tipis saja.
Pun saat saya kembali untuk kesekian kali ke sana, selalu ada mendung dan hujan di Sapta Wening.
Apa yang bikin saya gerah saat di “bawah”, bisa sirna begitu saja saat berada di tempat ini.
BACA JUGA:Gak Harus Mahal, 5 Wisata Murah Seru di Probolinggo Ini Cocok untuk Liburan Bareng Keluarga Besar!
Mungkin hal itu yang kemudian membuat teman saya memutuskan berdamai dengan kisah asmaranya di sana.