Pemudik di Rowokembu Sudah 120 Orang

Pemudik di Rowokembu Sudah 120 Orang

*Pemdes Buka Opsi Penutupan Gang

SEMPROT PEMUDIK - Satgas Covid-19 Desa Rowokembu
sigap hadapi pemudik.

WONOPRINGGO - Fenomena gelombang mudik dini yang berlangsung dalam beberapa pekan ini diyakini akan menentukan persebaran kasus Coronavirus Desease 2019 (Covid-19). Sebab lalu lintas mudik dianggap berpotensi memindahkan virus corona dari zona merah ke daerah.

Karena itulah, Pemerintah Desa Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan memilih sigap mengantisipasi gelombang mudik ini dengan memberlakukan protokol pencegahan. Terlebih, sebagian pemudik di Rowokembu notabene adalah pebisnis yang rutin keluar masuk desa, sehingga dikhawatirkan bisa membawa Covid-19.

"Terkait pemudik mungkin Rowokembu berbeda dengan desa-desa yang lain. Pemudik itu modelnya beda. Kalau desa Rowokembu mungkin karena ekonominya sudah tidak ke bawah, jadi yang ke sini itu pembisnis jual beli baju, loper, atau punya usaha di sana berangkat pulang lagi, berangkat pulang lagi," ungkap Kades Rowokembu, Mufreni, saat ditemui di kantornya, Senin (13/4/2020).

Pemerintah Desa karenanya mengimbau kepada setiap pemudik ke Rowokembu agar memiliki kesadaran untuk melaporkan dirinya ke balai desa sebelum kembali ke rumah masing-masing.

"Maka dari itu semua dengan kesadarannya masing-masing, mereka pulang ke balai desa dulu sebelum ke rumah, disemprot, langsung diberi arahan bahwa selama 14 hari ini monggo di rumah dulu, setelah itu dipantau dulu situasinya. Tetapi sampai saat ini alhamdulillah yang pulang seperti itu banyak yang di rumah tetap teratur," jelas Mufreni.

Sampai dengan berita ini diturunkan, jumlah pemudik di Desa Rowokembu sudah memasuki angka 120. Jumlah yang terbilang cukup besar. Namun pihak pemdes menjamin bahwa para pemudik dalam keadaan sehat dan sudah menjalani proses pemerikasaan, penyemprotan, pendataan dan sosialisasi lebih lanjut terkait Covid-19 ini.

"120 itu tidak dari Jakarta semua, karena warga itu profesinya loper keluar masuk, jadi tidak dari Jakarta semua, banyak dari Solo, Kudus dan sekitarnya," urainya.

Dari 120 pemudik tersebut, paling banyak berasal dari Jakarta. Karena DKI merupakan zona merah Covid-19, maka pihak Pemdes memberlakukan pemantauan, pengawasan dan pemerikasaan yang lebih ketat.

"Kalau dari Jakarta memang orangnya lebih hati-hati. Setiap pulang, langsung ke sini minta arahan. Tapi sampai saat ini masih lolos, " sambungnya.

Untuk mengantisipasi lonjakan arus mudik menjelang bulan puasa dan idul fitri, pihaknya berencana menggelar pertemuan dengan RT bersama para tokoh masyarakat dan agama, agar jika dimungkinkan akan segera menutup semua gang, dan menyisahkan satu jalur masuk desa agar pemudik bisa lebih maksimal pemantauannya.

"Mudah-mudahan menjelang puasa kita akan rapat lagi dengan RT masihkah kita tutup untuk jalan-jalan, karena gang yang ada di desa itu lumayan banyak ada 12 gang. Alasan kenapa sampai sekarang tidak ditutup karena nanti takut malah membuat panik masyarakat. Sehingga pemantauan masing-masing wilayah, ini bukan main-main harus secara guyub, " terangnya.

Mufreni mengaku lonjakan pemudik memang menuntut untuk segera dilakukan penutupan gang. "Tapi jika sudah dibutuhkan sekali, ya kita lakukan. Tapi selama ini ya masih
aman-aman saja," tambahnya.

Ia berharap kondisi wabah Covid-19 ini segera selesai dan bisa beraktivitas normal kembali. "Harapannya segera berakhir corona ini dan segera pulih kembali ekonomi tertata lagi, itu harapan kepada pemerintah Kabupaten ," tutupnya. (ap3)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: