Pilkades Surobayan Memanas
DPRD pun meminta agar aturan yang ada dievaluasi dengan memasukan nilai-nilai kearifan lokal, seperti aspek ketokohan calon di wilayahnya masing-masing. Selain itu, Dewan mengusulkan agar diterapkan sistem zonasi dalam pelaksanaan Pilkades. Tahapan Pilkades 2019 sendiri saat ini sudah berjalan, sehingga evaluasi itu diharapkan bisa dilakukan untuk Pilkades 2022.
Berbagai problematika yang muncul dalam pelaksanaan Pilkades dan usulan-usulan itu mengemuka dalam Rapat Gabungan DPRD Kabupaten Pekalongan dengan Tim Pengendali Pilkades tingkat kabupaten di Aula Lantai II Ruang Paripurna Dewan, Jumat (4/10). Rapat gabungan ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Nunung Sugiantoro dan Mas'udah, serta diikuti Komisi A, B, C, dan D DPRD Kabupaten Pekalongan.
Anggota Komisi A Kennedy, mempertanyakan dasar dari skoring pada Pilkades 2019. Menurutnya, dengan sistem skoring itu telah terjadi pembunuhan politik di desa.
"Bakal calon kades dengan dukungan politik tinggi bisa dibabat dengan aturan yang ada. Ada calon kades berpendidikan SLTP tapi dukungan politiknya tinggi, bisa gugur dengan aturan ini. Ini pembunuhan terhadap potensi politik di desa dengan adanya calon-calon boneka dengan pendidikan sarjana," ujar dia.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Ali Reza mengatakan, skoring merupakan amanat Permendagri dan Perda, sehingga pemkab membuat Perbup. Menurutnya, dalam aturan itu calon tidak boleh lebih dari lima orang. Jika calon lebih dari lima, maka diskoring dari aspek pendidikan dan pengalaman kerja atau pengabdian di lembaga pemerintah.
"Desa saat ini mengelola administrasi anggaran yang besar, sudah hampir Rp 1 miliar, maka asumsinya membutuhkan SDM yang bagus. Sehingga aspek pendidikan selaras untuk kualifikasi itu," katanya.
Kepala Dinas PMD, P3A, PPKB Kabupaten Pekalongan M Afib, menerangkan, Permendagri dan Perda mengamanatkan calon kades sekurang-kurangnya adalah dua dan sebanyak- banyaknya lima. Jika kurang dari dua, lanjut dia, dibuka pendaftaran ulang. Dan jika masih saja kurang maka ditunda hingga 2022. "Untuk sebanyak-banyaknya lima orang mengamanatkan ditentukan dari tiga aspek, yakni aspek pengalaman, pendidikan dan usia, dan persyaratan lain yang ditentukan oleh kepala daerah," terang dia.
Disebutkan, di Perda untuk pendidikan ada skor dari tingkat SMP hingga S2, pengalaman setiap tahun dihitung satu. "Usia sempat ada diskusi apakah diskor atau tidak, akhirnya untuk usia skornya sama, yakni lima. Sebab untuk menentukan muda, setengah tua, dan tua susah. Minimal 25 tahun, maksimal tidak dibatasi," katanya.
Pihaknya berharap, kades ke depan tidak cukup sebagai kades tapi juga seorang manager yang pintar mengelola keuangan dan tata kelola pemerintahan desa. Harapannya, dengan pendidikan tinggi bisa memenuhi itu.
"Eksekutif memiliki filosofi tingkat pendidikan menentukan kualitas seseorang, selain dari pengalamannya. Jika sekdes dan perangkat banyak yang sarjana, kenapa kades tidak. Regulasi ini juga motivasi agar mereka yang sarjana tertarik untuk mendaftar sebagai kades," tandas dia. (ap5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: