Pansus VII DPRD Kabupaten Pekalongan Maraton Bahas Raperda Perumahan dan Pemukiman Kumuh

Pansus VII DPRD Kabupaten Pekalongan Maraton Bahas Raperda Perumahan dan Pemukiman Kumuh

Pansus VII DPRD Kabupaten Pekalongan diketuai Samsul Bakhri bersama eksekutif bahas raperda perumahan dan pemukiman kumuh, Senin (3/7/2023).-Hadi Waluyo-

KAJEN,RADARPEKALONGAN - Pansus VII DPRD Kabupaten Pekalongan bersama eksekutif secara maraton membahas Raperda Perumahan dan Pemukiman Kumuh. Raperda ini perlu segera ditetapkan menjadi Perda untuk menangani kawasan pemukiman kumuh di Kabupaten Pekalongan yang luasannya 344,21 hektare. 

Yang paling mendesak ialah penanganan pemukiman kumuh di Dukuh Simonet, Desa Semut, Kecamatan Wonokerto yang perkampungannya sudah tidak bisa dihuni lagi akibat tenggelam oleh banjir rob.

Baca juga:Pansus VI DPRD Kabupaten Pekalongan Godok Raperda Penyelenggaraan Jalan

"Perda penanganan pemukiman kumuh perlu dibuat. Melihat kondisi di Kabupaten Pekalongan masih banyak pemukiman kumuh yang perlu diatasi dan dicarikan solusinya," ujar Ketua Pansus VII DPRD Kabupaten Pekalongan Samsul Bakhri, ditemui usai Rapat Kerja Pansus VII DPRD Kabupaten Pekalongan Bersama Perangkat Daerah untuk membahas Raperda tentang Perumahan dan Pemukiman Kumuh di Gedung Dewan, Senin (3/7/2023) sore.

Hadir dalam raker ini di antaranya anggota Pansus VII meliputi Fatkhiana Dewi, Nailul Hidayah, Masbukhin, dan Saeful Bahri. Dari eksekutif di antaranya dihadiri oleh Kabid Ekonomi dan Infrastruktur Bappeda, Widi Hari Nugraha dan jajarannya, serta dari bagian Hukum Setda Kabupaten Pekalongan. 

Samsul Bakhri mengatakan, untuk mencari solusi persoalan pemukiman kumuh butuh aturan-aturan yang jelas, butuh pedoman, dan butuh penguatan yang bisa dijadikan dasar untuk pengajuan anggaran ke pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun sumber-sumber lainnya. "Sehingga perda ini harus kita buat agar penanganan pemukiman kumuh bisa segera dilaksanakan," ujar dia.

Salah satu prioritas penanganan pemukiman kumuh, kata dia, adalah di daerah Simonet. Pasalnya, pemukiman di sana saat ini sudah tidak bisa ditempati. Ada sekitar 66 kepala keluarga di Simonet yang harus diatasi dan harus dicarikan solusinya, agar mereka bisa hidup layak seperti warga lainnya. "Untuk itu, perda ini harus segera bisa kita buat," tandasnya.

Menurutnya, sudah banyak kajian dalam penyusunan perda tersebut. Diakuinya, pihaknya sudah melakukan kajian secara maraton sampai tiga kali. Pembahasan pun sudah detail pasal per pasal, hingga ayat per ayatnya. 

"Kita sudah mempelajari pasal per pasalnya dan sudah sesuai ketentuan hukum di atasnya, muatan lokalnya juga sudah kita lihat dan beberapa masukan sudah mencakup kepentingan masyarakat kumuh, sehingga raker sore ini kami menganggap cukup. Nanti kita masih ada fasilitasi dari Gubernur. Hasilnya nanti juga akan kita bahas lagi," terang dia.

Kabid Ekonomi dan Infrastruktur Bappeda, Widi Hari Nugraha, mengatakan, berdasarkan SK Kumuh terakhir tahun 2021 ada sekitar 344,21 hektar kawasan kumuh di Kabupaten Pekalongan. Kawasan kumuh tersebut sebagian besar berada di wilayah Pantura dan di wilayah perkotaan di Kabupaten Pekalongan.

"Jadi kita masih memiliki PR 344,21 hektare. Sebagian besar ada di wilayah Pantura, seperti di Kecamatan Wonokerto, Tirto, ada sebagian di Kecamatan Siwalan. Sebagian lagi di wialyah perkotaan yaitu di Kedungwuni, Buaran dan Wiradesa. Biasanya yang namanya kawasan kumuh tidak lepas dari sebuah kawasan permukiman yang padat penduduknya," terang Widi.

Menurutnya, penanganan kawasan kumuh ini harus ada landasan hukumnya atau payung hukumnya. Oleh karena itu, eksekutif mengusulkan raperda tersebut. "Kita memang di undang-undang sudah ada, PP-nya juga ada, akan tetapi perda kan juga harus ada. Bagaimana kita nanti melaksanakan perencanaannya, penganggarannya dan pelaksanaannya kan paling tidak koridor hukumnya harus jelas. Dengan adanya perda ini kita ada payung hukum yang kuat. Ini sangat dibutuhkan sekali," tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: