Kesaksian Dirut PKM Bisa jadi Kunci Pengembangan Kasus Korupsi Pelabuhan Batang dengan Kerugian Rp12,5 Miliar

Kesaksian Dirut PKM Bisa jadi Kunci Pengembangan Kasus Korupsi Pelabuhan Batang dengan Kerugian Rp12,5 Miliar

DITAHAN - Sebelumnya Kejari Batang telah menahan dua orang terkait kasus korupsi proyek Pelabuhan Batang.-Dhia Thufail-

BATANG - Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan konstruksi lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Batang tahap VIII tahun 2015 belum usai.

Kejaksaan Negeri Batang masih harus melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Direktur Utama PT Pharma Kasih Sentosa (PKM), Parlin Setyo.

Parlin Setyo diperiksa sebagai saksi terkait dua tersangka yang sebelumnya sudah ditahan di Lapas Kelas IIB Batang, yaitu Hariani Oktaviani dan Muhammad Syihabudin.

Dihubungi Selasa (18/7/2023), Kasi Intel Kejari Batang, Ridwan Gaos Natasukmana membenarkan hal itu. Dikatakan dia, saat ini Parlin Setyo berstatus sebagai saksi yang berada di Jakarta. “Saat ini masih menjalani pemeriksaan,” ungkapnya.

Diungkapkan Ridwan, Parlin Setyo merupakan pimpinan perusahaan yang namanya dipinjam oleh tersangka Muhammad Syihabudin untuk mengerjakan proyek pembangunan lanjutan Pelabuhan Batang.

“Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan untuk memperdalam kasus. Di mana, Parlin Setyo menjadi saksi kedua bagi kedua tersangka yang sebelumnya sudah kami tahan," katanya.

Ridwan pun tak menampik adanya kemungkinan penetapan tersangka baru dalam kasus tersebut. Terlebih, kata dia, pihaknya masih akan melakukan pemeriksaan terhadap tujuh orang lainnya.

“Iya, tujuh orang tersebut sudah pernah kita periksa sebelumnya. Kemarin itu masih menjadi saksi bagi kedua tersangka yang sudah ditahan ini,” jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Batang menahan dua orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan konstruksi lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Batang.

Kedua tersangka terbukti bersalah karena dalam pelaksanaan pembangunan proyek lanjutan tersebut, tidak seluruh item-item dikerjakan sebagaimana yang tercantum dalam kontrak pekerjaan.

Terdapat selisih antara progres pekerjaan di lapangan dengan realisasi pembayaran yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp12.552.427.788,94 dari nilai kontrak pekerjaan sebesar 25.589.716.000.

Atas dugaan perbuatan tindam pidana korupsi tersebut, tersangka HO dan tersangka MS disangka melanggar Primair ​: Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000, dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Serta Subsidair ​: Pasal 3  Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang  Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000, dan paling banyak Rp. 1.000.000.000. (fel)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: