Suami Wajib Menafkahi Istri, Ini Dalil dan Besarannya
Ilustrasi suami wajib menafkahi istri.-Tangkapan layar freepik.com-
"Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah" (HR. Abu Daud).
Syarat Istri yang Berhak Mendapatkan Nafkah
Syaikh Mahmud Al-Mashri dalam bukunya yang berjudul Perkawinan Idaman menyebutkan ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar istri bisa mendapatkan haknya. Yakni, akad nikah harus sah dan benar, istri harus menyerahkan diri kepada suaminya, dan istri memberi kesempatan kepada suami untuk menggaulinya.
Syarat selanjutnya, istri tidak menolak jika diajak pindah oleh suaminya kemana pun ia mau dan istri layak dan bisa digauli. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, kata Syaikh Mahmud Al-Mashri, nafkah terhadap istri hukumnya tidak wajib.
Baca juga:Dosa Sudah Pasti!, Selingkuh juga Berdampak Buruk bagi Kesehatan Pelakunya
Besaran Nafkah Suami Terhadap Istri
Ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali membatasi nafkah bersifat wajib, yakni untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kecukupan di sini berbeda-beda tergantung kondisi suami dan istri.
Firman Allah Ta'ala dalam surah Ath Thalaaq ayat 7 menyebutkan, bahwa besaran nafkah untuk istri berdasarkan kemampuan sang suami.
Seorang suami memberikan nafkah dengan mempertimbangkan kondisi perekonomiannya. Suami wajib memenuhi kebutuhan primer istri yakni tempat tinggal, kebutuhan makan dan minum, serta pakaian.
Nafkah pada istri lainnya ialah hajat agar ia bisa menuntut ilmu, nafkah untuk berobat, membeli mebel dan perabot rumah tangga, juga nafkah untuk pembantu dan pengasuh anak.
Nafkah di atas tersebut kembali pada kebiasaan yang ada di tengah masyarakat. Kadang pembantu mendesak untuk dipenuhi, namun ada pula yang tidak perlu pembantu.
Lantas berapa besaran nafkah suami pada istri? Yang tepat dikembalikan pada kebiasaan masyarakat setempat. Bisa jadi nafkah untuk keluarga di kota berbeda dengan di desa.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Yang tepat dan lebih benar sebagaimana yang dinyatakan oleh kebanyakan ulama bahwa nafkah suami pada istri kembali pada kebiasaan masyarakat dan tidak ada besaran tertentu yang ditetapkan oleh syariat. Nafkah itu berbeda sesuai dengan perbedaan tempat, zaman, keadaan suami istri dan adat yang ada.” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 83).
Baca juga:Berlindung dari Perbuatan Zina, Rutinkan Baca Doa Ini agar Tidak Terjerumus dalam Zina
Suami Tidak Memberi Nafkah yang Mencukupi Padahal Mampu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: