Rembug Gayeng IAP Jateng, Banjir Pantura: Kondisi dan Tantangan

Rembug Gayeng IAP Jateng, Banjir Pantura: Kondisi dan Tantangan

Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Jawa Tengah menginisiasi kegiatan Rembug Gayeng dengan tema “Banjir Pantura: Kondisi dan Tantangan” yang dilakukan secara online pada Sabtu, 6 April 2024. Tampak: Puing-puing bangunan di Dukuh Simonet Desa Semut Kecamatan Won-Hadi Waluyo-

SEMARANG,RADARPEKALONGAN.DISWAY.ID - Kawasan Pesisir Pulau Jawa (Pantura) kurang lebih ditinggali oleh 48 persen penduduk Pulau Jawa, dengan kontribusi aktivitas ekonomi sebesar 20 persen dari PDB nasional. 

Namun demikian, masih harus menghadapi banyak tantangan. Salah satunya, bencana banjir yang telah menjadi bencana tahunan di wilayah tersebut. 

Tahun 2024 ini, bencana banjir berulang kali terjadi sejak Januari hingga Maret. Banjir telah melumpuhkan aktivitas masyarakat dan menyebabkan ratusan ribu orang terdampak. 

Hal ini menjadi sorotan berbagai pihak, khususnya Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Jawa Tengah untuk membahas lebih dalam terkait kondisi serta tantangannya dan bagaimana peran perencana di dalamnya.

IAP Jawa Tengah menginisiasi kegiatan Rembug Gayeng dengan tema “Banjir Pantura: Kondisi dan Tantangan” yang dilakukan secara online pada Sabtu, 6 April 2024. 

Baca juga:Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Komda Jawa Tengah Galang Dana untuk Korban Banjir Demak

Kegiatan ini merupakan suatu cara untuk mengumpulkan berbagai macam perspektif dari berbagai bidang sebagai masukan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Pada kegiatan diskusi kali ini, IAP Jawa Tengah bersama dengan Walhi Jawa Tengah, DASMAP Indonesia, IAP Jawa Timur, dan IAP Banten membahas mengenai kejadian bencana banjir di Pantura Jawa Tengah secara menyeluruh serta gambaran bencana banjir di Banten dan Jawa Timur.

“Di sini (Rembug Gayeng) kita mencoba untuk mengkonsolidasikan kira-kira perspektif dari berbagai macam lapisan masyarakat, kemudian praktisi, akademisi, kelompok masyarakat, dan lain sebagainya menjadi satu intisari untuk kemudian kita akan suarakan dalam forum yang lebih besar,” kata Arif Gandapurnama, Ketua IAP Jawa Tengah.

Berbagai pandangan dari ketiga narasumber memberikan sudut pandang yang menarik dari berbagai aspek. Berdasarkan pandangan dari Adetya Pramandira (Walhi Jateng), persoalan banjir lahir dari proses pembangunan dan perencanaan yang tidak mempertimbangkan kondisi sosial-ekologis. 

Bencana banjir tidak dapat ditangani hanya dengan pendekatan teknikal, banjir harus diselesaikan dari akarnya, yakni dengan perbaikan tata kelola dan pengembalian fungsi kawasan hulu maupun hilir. 

Baca lagi:Pemprov Jateng Mulai Siapkan Perbaikan Rumah Rusak Terdampak Banjir

Galih Setyo Aji, dari IAP Jawa Tengah, memberikan sudut pandang mengenai pola kejadian banjir tidak dapat dilihat secara umum, karena terjadi pola-pola kejadian yang berbeda. Penanganan banjir perlu dilihat secara hulu hilir dengan metode yang dapat diterapkan sesuai kebutuhan. 

Melalui permodelan spasial, Dedi Priyanto (Founder DASMAP) juga menyampaikan hal yang serupa bahwa pembangunan kota/wilayah tidak bisa hanya melihat dari batas administrasi, tetapi perlu melihat wilayah sekitarnya terutama yang masih di dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS) supaya dapat meminimalisir bencana banjir.

Ketiganya memberikan satu pandangan mengenai penyelesaian banjir yang tidak bisa dilihat dari batas administrasi, namun perlu diselesaikan dari hulu hingga hilir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: