Yang mana membuat Husain Ja’far mengasumsikan bahwa mereka memisahkan antara sains dan agama.
Seperti mereka mengasumsikan buah khuldi sebagai simbol intelektual berbasis saintis, dan surga yang dihuni Adam serta Hawa sebagai simbol keagamaan.
Meskipun begitu, Muthahari tetap mengkritik keras mengenai asumsi tersebut.
Beliau menegaskan dan mengukuhkan pandangannya yang menyatakan bahwa buah khuldi adalah buah kebinatangan, jika dilihat dari perspektif Al-Quran.
Pandangan Al-Quran Mengenai Buah Khuldi
Dalam Islam, buah khuldi adalah buah yang dilarang didekati oleh Adam dan Hawa.
Namun, dalam buku Bumi sebelum Manusia karya asy-Syafrowi menjelaskan bahwa sejak awa tidak ada penyebutan secara eksplisit nama buah khuldi, yang ada hanya ‘syajaratul khuldi’, yaitu pohon khuldi.
Tapi karena yang dimakan adalah buahnya, dan adat serta kisah yang selalu diceritakan kembali selalu menyebutkan buah khuldi, maka buah khuldi seolah menjadi nama resmi dari buah itu.
Ada yang menafsirkan buah itu sebagai buah terlarang dari surga, dan iblis menyebutkan sebagai buah keabadian.
Namun khuldi ini juga merupakan hasil tafsir para ulama dari penggalan ayat kitab suci Al-Quran surah Thaha ayat 120, yang mana Allah SWT berfirman:
فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى Artinya: Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, "Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?"Dari penggalan ayat ini muncul persepsi bahwa khuldi adalah buah keabadian, meski pernyataan ini sangat lemah dan muncul tafsir-tafsir lain dari berbagai penggalan ayat Al-Quran dan hadis.
kemudian dijelaskan lagi dalam Al-Quran yang memperjelas kisha dari sang iblis, Adam-Hawa, serta 'buah keabadian' tersebut:
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وٗرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ ٢٠ Artinya: "Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata, "Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga)." (QS Al A'raf: 20) وَقَاسَمَهُمَآ اِنِّيْ لَكُمَا لَمِنَ النّٰصِحِيْنَۙ ٢١ Artinya: "Ia (setan) bersumpah kepada keduanya, "Sesungguhnya aku ini bagi kamu berdua benar-benar termasuk para pemberi nasihat." (QS Al A'raf: 21) فَدَلّٰىهُمَا بِغُرُوْرٍۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ وَنَادٰىهُمَا رَبُّهُمَآ اَلَمْ اَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَاَقُلْ لَّكُمَآ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٢ Artinya: "Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. Tuhan mereka menyeru mereka, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?" (QS Al A'raf: 22)Berdasarkan pada penggalan ayat-ayat tersebut, Ibnu Katsir menafsirkan bahwa buah khuldi sebenarnya memilik arti kiasan, dan bukan buah yang sebenarnya.