Usaha Karaoke Menjamur, Opsi Melokalisasi Diusulkan

Usaha Karaoke Menjamur, Opsi Melokalisasi Diusulkan

anggota Komisi C DPRD Batang, Hj Muafie

BATANG - Meski berstatus kota kecil, Kabupaten Batang ternyata tak sepi dari dunia hiburan. Salah satunya usaha karaoke yang menjamur di sepanjang jalur Pantura. Fenomena ini memicu silang pendapat di kalangan tokoh dan masyarakat. Selain desakan penertiban yang menjadi arus utama, belakangan ide melokalisasi tempat hiburan di Kabupaten Batang juga kembali muncul.

Salah satunya disuarakan anggota Komisi C DPRD Batang, Hj Muafie. Dia menyebut fenomena menjamurnya bisnis karaoke menghadirkan masalah tak sederhana alias kompleks, sehingga penanganannya pun menurutnya tidak mudah.

"Kebijakan apapun yang nantinya diambil pemerintah daerah, pun jelas butuh banyak pertimbangan. Misal dari aspek regulasi bagaimana, kondusivitas daerah, aspek pendapatan daerah, pertumbuhan ekonomi, hingga soal karakter dan akhlak generasi mudanya. Jadi, masalahnya jelas tak tunggal," terang Muafie.

Sesuai data Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) setempat, persebaran usaha karaoke di Kabupaten Batang mencapai angka 48 lokasi, meski skala usahanya rata-rata masih kecil. Sayangnya, belum seluruh usaha karaoke tersebut mengantongi perizinan, mengingat 21 di antaranya tercatat belum berizin.

"Yang tak berizin ini mau diapakan, apakah mau ditertibkan atau dipaksa untuk mengurus perizinan. Lalu bagaimana dengan pajak atau retribusinya, perlu dipungut atau tidak. Karena meski tak berizin, toh mereka sudah beroperasi. Yang jelas, realisasi pajak hiburan ini masih jauh panggang dari api. Potensinya besar, tapi memenuhi target saja Pemkab kan kesulitan," jelas Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Batang itu.

Upaya Pemkab Batang memburu pajak usaha karaoke sendiri sejauh ini terbilang tak pernah mulus. Sesuai data BPKPAD, tahun 2018 dari target Rp 650 juta, realisasinya di akhir tahun hanya sebesar Rp 399.217.789.

Sementara di tahun 2019 kemarin, Pemkab bahkan menurunkan nilai targetnya menjadi hanya Rp 430 juta. Namun, sampai pertengahan Desember hanya terserap Rp 301.605.554. "Dari data ini saja sudah terlihat. Yang kedua, kemarin hasil sidak Komisi C ke sejumlah tempat karaoke juga membenarkan bahwa masih banyak pengelola karaoke yang enggan bayar pajak," tandasnya.

Karena itu, Muafie kembali mewacanakan perlunya melokalisasi aktivitas usaha karaoke di satu wilayah. Opsi kebijakan tersebut menurutnya memudahkan proses pengendalian dan pengawasan dari setiap usaha karaoke yang ada di Kabupaten Batang. Pemkab juga bisa memaksa setiap pelaku usaha karaoke untuk mengurus perizinan agar bisa beraktivitas di lokasi.

Dengan pola itu, lanjut dia, peluang Pemkab untuk memaksimalkan penarikan pajak hiburan semakin terbuka. Kecuali itu, dengan melokalisasi usaha karaoke, Pemkab juga serta merta telah memastikan keberadaan tempat hiburan itu jauh dari pemukiman, tempat pendidikan, dan perkantoran.

"Wacana ini menjadi relevan untuk menyongsong pertumbuhan investasi di Kabupaten Batang yang terus menggeliat. Kalau ekonomi Batang bertumbuh, permintaan atas aktivitas hiburan seperti karaoke pasti meningkat. Nah, ketimbang perputaran uangnya lari ke daerah lain, kan lebih baik Pemkab buat kebijakan memusatkan aktivitas karaoke di satu wilayah. Yang penting regulasinya yang jelas dan tegas, misal memastikan anak di bawah umur tak bisa mengakses, dan lain sebagainya," jelas Muafie. (sef)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: