Warga Dayunan Hadang Petugas PN

Warga Dayunan Hadang Petugas PN

**Gelar Aksi Menolak Constatering di Lahan Sengketa

HADANG - Ratusan warga Dusun Dayunan, Desa Pesaren, menggelar aksi dan istighosah menolak kedatangan petugas Pengadilan Negeri (PN) Kendal, yang akan melakukan penelitian (constatering) ke lokasi sengketa lahan.

KENDAL - Ratusan warga Dusun Dayunan, Desa Pesaren, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, menggelar aksi dan istighosah menolak kedatangan petugas Pengadilan Negeri (PN) Kendal, yang akan melakukan penelitian (constatering) ke lokasi sengketa lahan antara PT Soekarli Nawaputra Plus dengan petani Dayunan. Penolakan dengan penghadangan petugas dilakukan di Jembatan Kali Tempuk sebelum masuk dusun tersebut, Selasa (21/1).

Aksi tersebut membuat petugas PN Kendal membatalkan niatnya melakukan penelitian sengketa lahan. Aksi juga sebagai bentuk perlawanan eksekusi atas lahan sengketa tersebut. Kedatangan PN Kendal itu karena Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor putusan 256 PK/Pdt/2019. Putusan ini menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan warga sehingga eksekusi harus dilakukan.

Koordinator aksi, Trisminah mengatakan, kasus persengketaan tanah berlangsung sejak 2014 silam. Di mana, PT Soekarli Nawaputra Plus dengan ahli waris disebut Suwardono selaku penggugat menggugat beberapa bidang tanah yang ditanami warga Dayunan sebagai lahan pencari makan. "Proses sidang gugatan akhirnya dimenangkan warga di PN Kendal pada 2015," katanya.

Namun, setahun setelahnya, pihak penggugat dan warga mencoba bermediasi. Tetapi tak kunjung ada jawaban dari penggugat, dan warga menerima laporan bahwa penggugat telah melakukan banding di PN Kota Semarang dan diterima pada 2016.

"Membuat kami kaget. Tak ada jawaban apa-apa, kok tiba-tiba banding diterima di Semarang. Kami coba pertahan hak-hak dengan lakukan kasasi dan PK, tetapi ditolak," terang Trisminah.

Diterangkan, polemik sengketa lahan berujung pada konstatering atau pengecekan lahan yang dipersengketakan penggugat sebelum dieksekusi. Kedatangan pihak Pengadilan Negeri Kendal dilakukan karena Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan peninjauan kembali dengan nomor putusan 256 PK/Pdt/2019.

"Putusan ini menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan warga, sehingga eksekusi harus dilakukan," ucapnya.

Trisminah menyatakan, dari 13 bidang tanah, terdapat 7 bidang tanah seluas 16 hektare yang digarap oleh 76 Kepala Keluarga dipersengketakan. Padahal, warga merasa bahwa mereka membelinya dan mempunyai sertifikat tanah tersebut.

Dengan adanya ancaman eksekusi tanah, setidaknya ada 260-an jiwa bakal dirugikan karena mata pencaharian mereka dirampas. "Tanah tersebut juga masih diyakini dengan sertifikat kepemilikan adalah warisan orang tua atau nenek moyang," jelasnya.

Menurut Trisminah, dulunya tanah tersebut diberikan negara atas perjuangan kemerdekaan. Kemudian oleh sejumlah oknum diminta kembali lahan tersebut dengan dalih akan dikembalikan ke negara. Namun, faktanya justru diberikan kepada PT Penggugat dan tidak ada peralihan.

"Nah, dari 90 an KK, 80 menolak karena merasa terlibat transaksi atas kepemilikan tanah, sisanya tidak mau ikut entah kenapa," bebernya.

Lanjut Trisminah, penolakan warga atas konstatering karena hal itu dianggap sebagai jalan pintu masuk sebuah eksekusi nantinya. Kengototan warga ditunjukkan dengan menggelar aksi dan doa agar petugas PN Kendal melihat kondisi warga yang benar-benar menggantungkan kehidupannya atas lahan tersebut.

Petugas PN yang didampingi kepolisian akhirnya mundur dan tidak melanjutkan melakukan penelitian. Bahka, mereka menawarkan mediasi antara warga dengan pihak penggugat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: