Sulap Pangan Lokal Naik Kelas, Catra Kopi Bawa Desa Pesantren Lebih Berdikari
Hadir di awal 2021 lalu, Catra Kopi mencuri perhatian para penikmat kongko di Batang dan sekitarnya. Meski sempat diragukan lantaran jauh dari perkotaan, namun Catra Kopi mampu menarik pelanggan hingga luar kota. Kesuksesan Catra Kopi yang dikelola Bumdes Maju Bersama ini, tak hanya dinikmati segelintir orang saja. Selain mampu menambah pendapatan desa, Catra Kopi turut mendorong potensi pangan lokal serta memberdayakan petani dan kaum perempuan. Hal ini menjadikan Desa Pesantren mampu lebih berdikari memanfaatkan potensi desa.
NOVIA ROCHMAWATI - BLADO
Seperti hari biasanya, Catra Kopi Desa Pesantren Kecamatan Blado, disibukkan dengan aktivitas menyiapkan menu untuk pelanggan. Seperti pada Sabtu (25/6/2022), Juru masak Catra Kopi, Rifki, dibantu rekannya tengah menyiapkan menu Pisang Saus Thailand. Menu ini menjadi salah satu menu favorit di Catra Kopi sebagai kudapan teman ngopi.
Di dapur resto tersebut, turut digantung beberapa cengkeh Pisang Tanduk untuk bahan utama menu ini. Hanya satu buah pisang saja yang digunakan untuk menyiapkan satu porsi, itu pun kalau ukuran pisangnya kecil. Sedangkan jika pisang berukuran besar maka hanya digunakan separuhnya saja.
Pisang yang oleh warga sekitar disebut Pisang Gebyar ini dikukus sebentar. Kemudian jika sudah tanak, disiram saus ala Thailand dengan tambahan toping keju cheddar parut. Terakhir, dihias dengan sedikit potongan daun pandan, sehingga tampilan paduan warna menu ini pun lebih menggoda.
Menu ini merupakan kreasi dari Rifki, yang sempat menimba ilmu di beberapa resto di Jakarta dan luar kota. Pasca pandemi, ia memutuskan kembali ke kampung halaman dan bergabung mengembangkan Catra Kopi.
"Pulang karena pandemi. Dan kebetulan di desa sedang mengembangkan Catra Kopi. Saya putuskan bergabung karena saya juga ingin membagikan ilmu yang saya dapat ketika belajar dari beberapa chef profesional saat merantau," ujarnya.
Menu ini disesuaikan dengan potensi desanya, dimana banyak warga yang menanam pisang. Bahkan kini Catra Kopi bermitra dengan puluhan petani, termasuk petani perempuan sebagai pemasok bahan baku. Seperti kopi, pisang dan juga singkong.
Meski begitu, untuk menarik minat pengunjung, maka varian menu di Catra Kopi juga disesuaikan. Salah satunya bagaimana bahan pangan lokal bisa naik kelas dan berpadu dengan konsep cafe kekinian.
"Jadi meski bahan pangannya lokal, tapi kita buat cita rasanya lebih modern dan kekinian. Karena kami juga menyesuaikan segmentasi pasar, dimana kebanyakan pengunjungnya anak muda," imbuhnya.
Catra Kopi sendiri pertama kali diresmikan pada awal tahun 2021. Melihat potensi di desanya, Kepala Desa Pesantren, Sukirno mulai merintis Catra Kopi di tahun 2019. Pembangunan Catra Kopi ini turut didukung perangkat, karang taruna dan Bumdes.
Memanfaatkan dana desa, pembangunan Catra Kopi dilakukan secara bertahap. Dimana tahun 2020 dengan anggaran Rp147 juta, dan di tahun 2021 dengan anggaran Rp95 juta. Sedangkan untuk operasional, Catra Kopi yang dikelola Bumdes ini menggunakan dana bantuan ketahanan pangan Rp15 juta dari Pemprov Jateng.
"Kami melihat ada celah penyertaan modal yang bisa kami manfaatkan. Dengan celah kami alokasikan untuk pembangunan Catra Kopi secara bertahap yang dikelola Bumdes Maju Bersama," bebernya didampingi Ketua Bumdes Maju Bersama, Barozi.
Kehadiran Catra Kopi sempat dipandang sebelah mata. Karena dianggap tidak mampu bersaing dengan kedai kopi sejenis, seperti Forest Kopi dan lainnya. Meski begitu Sukirno mencoba mengajak masyarakat, terutama pemuda untuk menggali potensi desa. Tak hanya secara geografi alam, tetapi juga sumber daya manusia masyarakatnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: