Kewenangan Terbatas, Pengerukan Muara Tak Pernah Tuntas

Kewenangan Terbatas, Pengerukan Muara Tak Pernah Tuntas

Banner DPRD Kota Pekalongan Agustus 2019

*DPRD Minta Semua Pihak Duduk Bersama

TINJAU PELABUHAN - Komisi B DPRD Kota Pekalongan melakukan sidak ke kawasan pelabuhan untuk meninjau kendala-kendala yang membuat kondisi perikanan di Kota Pekalongan terus menurun.

KOTA - Komisi B DPRD Kota Pekalongan melakukan sidak ke kawasan Pelabuhan Kota Pekalongan, Rabu (30/10). Pendangkalan muara menjadi masalah yang paling disorot DPRD karena dinilai menjadi salah satu penyebab utama menurunnya produksi perikanan di TPI Kota Pekalongan.

Namun selama ini, pengerukan di muara tidak dapat dilakukan secara maksimal karena adanya keterbatasan kewenangan antara instansi yang berkepentingan. Sejauh ini, pengerukan hanya dilakukan oleh Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan yang memang memiliki kewenangan tersebut. Sedangkan dua pihak lain, Pemkot Pekalongan dan Perum Perindo sebagai pemilik aset, tidak bisa ikut campur karena persoalan kewenangan tersebut. Akibatnya, pengerukan yang dilakukan terbatas dan tidak menyelesaikan masalah secara tuntas.

"Kami kesini untuk menindaklanjuti apa yang menjadi keluhan masyarakat nelayan. Masalah batasan kewenangan ini, harus dibicarakan tiga pihak yang berkepentingan. Sampai saat ini, masalah pengerukan sedimentasi muara masih berkutat pada membicarakan aturan dan batasan. Padahal ini sudah terjadi bertahun-tahun," ujar Ketua Komisi B DPRD Kota Pekalongan, Abdul Rozak.

Sehingga dikatakan Rozak, pihaknya menyarankan agar pimpinan tiga lembaga yang berkepentingan yakni PPN Pekalongan, Pemkot Pekalongan dan Perum Perindo, agar bisa duduk bersama membuat komitmen. Bahkan kalau perlu, Rozak menyarankan agar melibatkan BPK dalam pembicaraan tersebut sehingga akan jelas terkait kewenangan itu.

"Tidak bisa seperti sekarang hanya berjalan sendiri-sendiri, sampai kapanpun tidak akan selesai. Ini harusnya bisa dikonsultasikan, sekaligus libatkan BPK disini agar jelas. Karena bagaimanapun ini adalah kepentingannya untuk masyarakat. Jadi kami harap kunjungan kami ini dianggap yang terakhir dan ketika kami kembali ke sini harapannya sudah ada progres," katanya.

Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua Komisi B, Budi Setiawan. Menurut Wawan, sapaan akrabnya, seharusnya Pemkot juga dapat turut serta melakukan pengerukan. Soal anggaran, menurutnya bisa diambilkan dari keuntungan yang didapatkan TPI. "Untuk anggarannya bisa 'dicuilkan' sedikit dari pendapatan TPI. Tapi ini harus diperjelas, coba konsultasi apakah APBD bisa masuk ke sana. Saya yakin ada jalannya," tambah Wawan.

Persoalan pendangkalan muara yang menjadi penyebab utama, juga diakui anggota Komisi B, Isnaeni Ruhullah Kumaeni. Anggota dari Fraksi Karya Nasional yang juga pengusaha perikanan itu mengaku bahwa seringkali membelokkan kapal miliknya untuk bongkar di pelabuhan lain karena kondisi pendangkalan di muara yang tidak memungkinkan kapalnya untuk masuk.

"Saat kapal akan pulang pasti berfikir terlebih dahulu ini membawa berapa banyak muatan, dengan berat berapa. Kalau dirasa tidak bisa masuk kami berbelok ke Porbolinggo. Jadi bukan kami tidak mau pulang ke Pekalongan tapi pendangkalan ini menjadi kendala utama kapal untuk masuk," keluhnya.

Anggota Komisi B lainnya, Mofid menambahkan, bahwa sebenarnya dia sudah pernah mengusulkan dilakukan kajian terhadap kondisi muara dan bagaimana solusinya. Kajian sudah dilakukan dan hasilnya juga sudah dipegang oleh Pemkot Pekalongan. Namun dia tidak tahu bagaimana tindak lanjutnya sejauh ini.

"Bola ada di Pemerintah. Sudah ada kajian yang dilakukan Unissula dan sudah jadi. Yang kami inginkan sebenarnya hasil kajian itu disampaikan ke Kementrian saat itu juga sehingga bisa masuk penganggaran tahun 2019 dan bisa dilaksanakan solusinya pada tahun 2020. Tapi saya tidak tahu hasil kajian itu ditaruh dimana sekarang dan apakah sudah diusulkan atau belum," kata Mofid.

*Idealnya dikeruk 20.000 meter kubik per bulan

Sementara itu, Kepala PPN Pekalongan, Mansur menyambut baik apa yang disarankan oleh DPRD. Dia sepakat harus ada terobosan terkait pengerukan muara termasuk melakukan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait batasan kewenangan. "Kami sudah sering sampaikan agar ini bisa dikoordinasikan dengan APH apakah ada jalan keluarnya. Mengingat ini yang kita bantu adalah masyarakat Kota Pekalongan," tutur Mansur.

Dari sisi PPN Pekalongan, Mansur menegaskan bahwa pihaknya komit untuk melakukan pemeliharaan alur. Saat ini, jumlah lumpur sedimentasi yang harus dikeruk juga semakin banyak. Tahun 2017 hingga 2018, pihaknya mengeruk sebanyak 500 meter kubik per bulan dan dilakukan selama 10 bulan dalam setahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: