Soroti Pencemaran Limbah di Batang, Walhi Jateng Pertanyakan Peran DLH
Salah satu bocah saat memancing di sekitar Muara Kali Sono Batang yang tercemar limbah.-Radar Pekalongan/Novia Rochmawati-
BATANG, RADARPEKALONGAN.DISWAY.ID - Soroti Pencemaran Limbah di BATANG, Walhi Jateng Pertanyakan Pengawasan DLH. Hal ini seperti disampaikan Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah Iqbal Alma Alghofani, ia mempertanyakan peran pemerintah Kabupaten BATANG, khususnya pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) BATANG.
"Kami mempertanyakan bagaimana fungsi pengawasan dan kontrol dari dinas terkait, khususnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batang, sehingga bisa terjadi pencemaran," ujarnya saat dihubungi Rabu 7 Februari 2024.
Ia menekankan bahwa fungsi pengawasan tersebut seharusnya sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Ia juga menyoroti masalah ketiadaan anggaran untuk uji laboratorium.
"DLH Provinsi Jawa memiliki laboratorium, mengapa fungsi birokratis ini tidak digunakan? Sangat tidak masuk akal jika alasan tidak bisa dilakukan pengujian karena tidak ada anggaran," ungkapnya.
Iqbal menyebut bahwa kasus pencemaran limbah terjadi di banyak tempat. Bahkan, warga harus menghadapi masalah hukum saat berusaha menolaknya.
Ia menjabarkan beberapa pasal terkait dampak pencemaran limbah industri, seperti Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Jika pihak pabrik membuang limbah langsung ke lingkungan, maka Pasal 60 UU PPLH berlaku. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke lingkungan hidup tanpa izin.
Lebih lanjut, Pasal 104 UU PPLH menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan dumping limbah ke lingkungan hidup tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00.
Bahkan, dalam Undang-undang Cipta Kerja 2020, ada sanksi bagi pencemar dan bahkan warga harus menghadapi masalah hukum saat berusaha menolaknya. Hal ini diatur dalam beberapa pasal, antara lain pasal 98, 99, 100, 101, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 111, 113, 114, dan 115.
"Namun demikian, pasal-pasal tersebut tidak bermanfaat jika penegak hukum tidak bertindak tegas terhadap pabrik tersebut," tambahnya.
Tak hanya itu, Iqbal juga mengkritisi ambisi yang terlalu besar dalam menjadikan setiap wilayah di Jawa Tengah sebagai kawasan industri.
Sebelumnya, Pantai Sigandu-Ujungnegoro, Kabupaten Batang, mendadak diselimuti air berwarna hitam pekat, yang diduga berasal dari limbah pabrik sarung di daerah hulu. Kondisi tersebut membuat warga resah.
Air hitam itu mengalir dari kali Sono yang berakhir di pantai tersebut. Hal ini seperti dilaporkan salah satu nelayan setempat, Slamet. Ia mengaku bahwa limbah itu sangat mengganggu kesehatan dan kenyamanan warga. Limbah tersebut menimbulkan bau busuk dan rasa gatal di kulit.
Slamet menjelaskan bahwa limbah berwarna merah berbau busuk dan menyebabkan rasa gatal. Sedangkan limbah berwarna hitam tidak berbau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: radar pekalongan