Hukum Money Politik dalam Islam, Pemilih Milenal Wajib Paham
Ilustrasi money politik atau bagi-bagi uang saat pemilu.-Tangkapan layar freepik.com-
RADARPEKALONGAN.DISWAY.ID - Isu money politik kerap menyeruak di setiap gelaran pemilihan umum, baik itu pemilihan presidan, DPD, dan pemilihan legislatif. Apakah hukum money politik dalam Islam? Kaum milineal wajib tahu hukumnya, berikut ini uraian ringkasnya.
Praktik bagi-bagi uang pada saat Pemilu kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Praktik money politik ini pun terkesan sulit diberantas, karena sudah mengakar.
Mulai dari pemilihan kepala desa hingga pemilihan presiden, DPD, hingga DPRD dan DPR RI aroma money politik kerap tercium menjelang pemilihan berlangsung. Bak kentut, praktik ini katanya sulit dibuktikan.
Bagaimana hukum money politik dalam Islam, baik itu pemberi maupun penerimanya. Apakah bagi-bagi uang seperti ini diperbolehkan atau diharamkan dalam pandangan agama Islam.
Baca juga:Mau Tahu Hukum Kredit Bayar Nanti Menurut Mbah Moen atau K.H. Maimoen Zubair? Ini Faktanya
Dengan menyimak baik-baik uraian ringkas dalam tulisan ini, diharapkan bisa menjadi bekal bagi kita untuk menyikapi praktik money politik ini. Utamanya bagi pemilih milenial dan pemilih pemula yang baru terjun ke dunia pemilihan umum.
Dilansir dalam kanal Youtube Yufid.TV dengan judul Hukum Menerima Uang Dari Caleg, dilihat pada Jumat, 9 Februari 2024, disebutkan bahwa tujuan utama money politik atau menyebar uang ketika pemilu adalah membeli suara.
Uang yang diberikan oleh salah calon kepada masyarakat tujuannya menggiring pemilih untuk mendukung mereka tanpa memandang baik dan buruknya karakter mereka. Untuk itu, bisa jadi uang ini diterima dalam rangka membela dan membenarkan kebatilan dan ini semakna dengan riswah atau suap.
Dalam ensiklopedi fiqih dinyatakan riswah atau suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah (Al Mausu'ah Al Fiqhiyah, 24/256).
Ibnu Abidin menjelaskan riswah atau suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau yang lainnya agar memberi keputusan yang menguntungkan dirinya atau memaksanya untuk melakukan apa yang dia inginkan.
Syaikh Ibnu Baz dalam fatwanya menjelaskan keterangan Ibnu Abidin di atas. Ibnu Baz mengatakan, "Dari apa yang disampaikan Ibnu Abidin jelaslah bahwa suap bentuknya lebih umum. Tidak hanya berupa harta atau jasa tertentu untuk mempengaruhi hakim agar memutuskan sesuai keinginannya. Sementara yang menjadi sasaran suap adalah semua orang yang diharapkan bisa membantu kepentingan penyuap, baik kepala pemerintahan maupun para pegawainya."
Maksud Ibnu Abidin, lanjutnya, agar memberi keputusan yang menguntungkan dirinya atau memaksanya untuk melakukan apa yang dia inginkan adalah mewujudkan apa yang menjadi tujuan dan keinginan penyuap, baik dengan alasan yang benar maupun salah. (Majmu' Fatawa Ibn Baz, 23/223-224).
Untuk itulah, para ahli fikih kontemporer, terutama ulama Mesir, menyebut praktik money politik dengan istilah ar-risywah al-intikhabiyah atau sogok pemilu. Dan mereka menegaskan bahwa praktik semacam ini termasuk tindakan haram dan melanggar aturan syariat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: