Meski Kedua Orang Tuanya Meninggal, Anak di Pekalongan Ini Tetap Ditagih Pihak Bank dan Rumahnya akan Disita

Meski Kedua Orang Tuanya Meninggal, Anak di Pekalongan Ini Tetap Ditagih Pihak Bank dan Rumahnya akan Disita

Direktur LBH Adhyaksa, Didik Pramono menunjukkan surat peringatan yang dikirim pihak bank.-istimewa -

PEKALONGAN - Sebuah kisah yang mengharukan sekaligus memilukan menimpa seorang bocah yatim piatu warga Perumahan Tanjung, Tirto, Kabupaten Pekalongan.

Tomi Taufiqurrohman yang baru berusia 15 tahun dan merupakan anak yatim piatu, tengah menghadapi sebuah situasi yang sangat memilukan.

Setelah kehilangan kedua orang tuanya secara berturut-turut, Tomi kini harus berjuang menghadapi kemungkinan kehilangan rumahnya akibat ancaman penyitaan oleh pihak bank.

Menurut Irmayadi (57), paman dari Tomi yang juga tinggal tak jauh dari rumah keponakannya tersebut, Tomi adalah anak semata wayang dari kakaknya. 

BACA JUGA:Darurat Judi Online: Dandim Pekalongan Beri Pesan Tegas ke Prajuritnya agar Tak Terjerat

BACA JUGA:Mirisnya Pekerja PT Dupantex, 25 Tahun Bekerja, Di-PHK di Usia Tua, Anak-anak Masih Kecil

"Tomi tidak pernah mengetahui bahwa orang tuanya memiliki utang di bank," ujar Irmayadi dengan nada penuh keprihatinan saat temui di rumah keponakannua, Minggu 16 Juni 2024.

Irmayadi menceritakan bahwa bank telah mengirimkan tiga kali surat peringatan dan panggilan kepada orang tua Tomi untuk segera melunasi utang mereka. 

Meskipun telah diberitahu tentang kematian kedua orang tua Tomi, bank tetap bersikeras bahwa utang harus dilunasi dengan menutup seluruh kekurangan angsuran.

"Saya sudah menunjukkan surat kematian mereka kepada pihak bank, namun mereka tetap meminta pembayaran," kata Irmayadi dengan raut wajah yang tampak sedih.

Lebih lanjut, Irmayadi menjelaskan bahwa pada tahun 2019, kakaknya Bambang Iriyanto dan istrinya Wiwi Sugiyanti mengajukan Kredit Usaha Mikro (KUM) di Bank BUMN sejumlah Rp 180 juta dengan tenor lima tahun. 

Hingga tanggal 6 Juni 2024, total kewajiban yang harus dipenuhi mencapai Rp 229 juta dengan pokok utang sebesar Rp 146 juta.

"Pinjaman tersebut sepertinya digunakan untuk menambah modal usaha konfeksi milik kakak saya selama masa pandemi Covid-19," ungkapnya.

"Sayangnya, kakak saya meninggal dunia pada tahun 2021 dan disusul oleh istrinya pada tahun berikutnya. Masalah ini baru terungkap setelah bank mengirimkan tiga surat peringatan," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: