Tersandung Status Lahan, 15 Koperasi Desa Merah Putih Terancam Berurusan dengan Aturan
Ilustrasi Koperasi Merah Putih-Chat GPT-
BATANG – Semangat desa-desa di Kabupaten BATANG menyambut program nasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ternyata harus dihadapkan pada persoalan klasik: lahan. Bukan sekadar soal ada atau tidaknya tanah, tetapi status hukum dan peruntukannya.
Pemerintah Kabupaten Batang mengingatkan agar desa tidak gegabah. Sebab, penggunaan lahan sawah dilindungi (LSD) maupun Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk pembangunan koperasi berpotensi menimbulkan masalah serius, bahkan berujung kewajiban mengganti lahan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Batang, A. Handy Hakim, mengatakan penyiapan lahan Koperasi Desa Merah Putih harus benar-benar mengikuti koridor aturan pertanahan dan tata ruang.
BACA JUGA:Jelang Nataru, Harga Cabai di Batang Meroket hingga 50 Persen
“Kalau desa tidak punya lahan, sebenarnya masih banyak opsi. Bisa memanfaatkan tanah kas desa, aset pemkab, aset provinsi, atau tanah milik negara,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin (15/12).
Menurut Handy, berdasarkan arahan terakhir dari pemerintah pusat, program koperasi saat ini masih berada pada tahap penyiapan lokasi. Pemerintah pun menekankan agar desa mengutamakan penggunaan aset yang sudah ada.
Namun, tidak semua aset bisa digunakan begitu saja. Lahan yang berstatus LP2B maupun telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) diminta untuk dihindari, terutama di wilayah kecamatan yang sudah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Ini sudah diingatkan langsung dari pusat. LP2B dan RTH sebisa mungkin jangan disentuh,” tegasnya.
Alasannya, LP2B dilindungi aturan ketat. Jika tetap dialihfungsikan, desa wajib menyediakan lahan pengganti. Bahkan, luasnya tidak bisa sembarangan. Untuk sawah beririgasi, lahan pengganti minimal tiga kali lipat dari lahan yang digunakan. Sementara untuk non-irigasi, minimal satu banding satu.
Berbeda dengan LP2B, lahan berstatus Lahan Sawah Dilindungi (LSD) masih memungkinkan digunakan, asalkan tidak masuk LP2B. Meski begitu, kepala desa tetap wajib mengajukan permohonan resmi ke Kementerian ATR/BPN agar status LSD-nya bisa dikeluarkan.
Fakta di lapangan, lanjut Handy, cukup memprihatinkan. Dari 238 desa yang mengusulkan program Koperasi Desa Merah Putih, tercatat 87 desa menggunakan lahan LP2B.
“Yang sudah terlanjur dibangun ada 15 desa. Mau tidak mau, itu harus ada penggantian,” katanya.
BACA JUGA:Dari Dapur Rumah, Donat Box Dongkrak Geliat UMKM Ibu Muda di Batang
Untuk desa yang belum memulai pembangunan, Dispermades meminta agar segera mengganti lokasi. Sedangkan bagi desa yang sudah terlanjur membangun karena ketidaktahuan, pemerintah desa diwajibkan mengirimkan surat ke Kementerian ATR/BPN guna meminta arahan dan solusi lanjutan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

