Namun, lanjut Buya Yahya, perhitungan weton dalam perjodohan tidak boleh. "Hitung-hitung seperti ini misalnya, saya kelahiran Rebo legi nanti ndak boleh menikah dengan orang yang kelahiran Selasa kliwon, dihitung itu ndak ketemu jodohnya. Itu ndak dibenarkan yang demikian itu," tandas dia.
Buya Yahya menegaskan, jika sudah shalat istikhoroh dan dinilai cocok. Maka niatkan untuk segera melangsungkan pernikahan. Jangan mempercayai pada hitung-hitungan weton dalam pernikahan.
"Kalau sudah istikhoroh, cocok, ya sudah Bismillah. Kalau hari Jawa ndak ada masalah, tapi jangan dijadikan hitung-hitungan lalu dipercaya," tandasnya.
Menurutnya, hari Jawa memang ada istilahnya hari pasaran. Itu tidak masalah. "Di Jawa kan ada pasaran. Hari itu ada lima misalnya, paing, pon, wage, kliwon, legi. Makanya setiap minggu kalau hari pasaran, namanya pasaran. Sepasar lima hari sekali," kata Buya Yahya.
Baca lagi:Apakah Tidur Membatalkan Wudhu? Begini Jawaban Buya Yahya
Namun hari Jawa itu bukan untuk menghitung-hitung lalu ada khurafat di dalamnya. "Kalau ini Selasa kliwon temu Rebo legi bakal sengasara, misalnya, ndak temu ini. Anda tidak usah mempercayai yang seperti itu. Yang penting istikhoroh Anda. Calon Anda bener. Sudah selesai," ujarnya.
Lantas, bagaimana menyikapi orang tua yang seperti itu (percaya dengan hitungan weton,red)?. Buya Yahya menyarankan untuk secara perlahan menyadarkan orangtua jika meyakini itu tidak boleh.
"Kita tidak boleh mencaci, mengolok, tidak. Kita perlu mengalihkan. Sebab yang jadi masalah adalah diantaranya orang lupa dengan istikhoroh, orang lebih senang dengan itung-itungan," katanya.
Padahal, petunjuk dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika kamu ingin memilih waktu yang tepat, tempat yang tepat, dan orang yang tepat adalah dengan istikhoroh. "Itu petunjuk dari Rasulullah," tandasnya.
Buya Yahya menekankan untuk tidak mencaci orang yang masih mempercayai weton, sebab itu sudah mengakar di masyarakat. Menurutnya, untuk merubah keyanikan itu harus dilakukan dengan cara yang halus.
"Sesuatu yang sudah mengakar ndak bisa. Dan jangan dicaci orang yang menggunakan pon, legi, pahing, kliwon. Biarkan itu hari Jawa kok ndak masalah," ucapnya.
"Jadi Anda sebagai seorang anak bagaimana sikapnya? Perlahan. Yang penting Anda tidak mempercayai itu. Biarkan perlahan, nanti akan berakhir itu semuanya. Nasehati secara halus dalam jangka panjang, tapi belum tentu gampang. Ndak mudah. Kadang-kadang marah," ujar Buya Yahya.
Anda mencari start yang baik untuk menyampaikan pesan ini. Yang halus, lembut. Kalau ternyata belum bisa menyadarkan orangtua, ndak usah ribut dengan orangtua. Tidak usah bermusuhan dengan orangtua.
"Yang penting Anda tidak perlu meyakini. Kalau terpaksa harus mengikuti ibu ya sudahlah yang penting Anda tidak meyakini hal-hal semacam itu," kata Buya Yahya.