Alih Fungsi Lahan Ancam Hutan Petungkriyono, 70 Ha Hutan Alam Sekunder di Simego Dibabat jadi Lahan Pertanian
Polres Pekalongan gelar rakor terkait alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian di kawasan hutan Petungkriyono, terutama di petak 43B Simego, Selasa, 9 Desember 2025. -Hadi Waluyo-
Dalam RTRW, terang dia, lahan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan seluas 19 ribu hektare, dengan cadangan 2.490 hektare. Namun, sebagian lahan pertanian telah berubah fungsi untuk pembangunan jalan tol dan perumahan.
"RTRW akan direvisi tahun depan. Marwahnya jelas, menyelamatkan alam Kabupaten Pekalongan agar tetap damai, aman, indah, dan nyaman," tegas Munir.
Ia menegaskan, Petungkriyono dalam RTRW bukan kawasan pertanian, tetapi kawasan hijau dan hutan lindung yang harus dijaga dengan baik.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkim, Gazali, menyoroti aspek lingkungan. Ia menegaskan, kawasan Simego dan sekitarnya memiliki risiko longsor yang sangat tinggi.
Pemkab, katanya, tidak memiliki kewenangan langsung dalam urusan kehutanan karena kewenangan berada di tingkat provinsi dan pusat. Namun, Perkim memiliki tugas pengawasan lingkungan hidup.
"Hasil konsultasi kami dengan Kementerian Kehutanan menyatakan kawasan tersebut harus dipertahankan sebagai hutan. Jika fungsi lahan di atas berubah, risiko longsor sangat besar, sumber air juga terancam," jelasnya.
Ia pun mengingatkan kejadian longsor besar di Desa Kasimpar, Petungkriyono, pada 20 Januari 2025, bisa terulang di Simego bila pembukaan lahan tidak dikendalikan.
Camat Petungkriyono, Hadi Surono, mengungkapkan sembilan desa di Petungkriyono semuanya rawan bencana alam. Dari Kayupuring, Kasimpar, Yosorejo, Muncar, Songgodadi, sampai Simego, semuanya rawan bencana.
"Ketika musim hujan kami khawatir longsor, saat kemarau warga terancam kekurangan air. Alam harus dijaga. Hutan jangan dibabat," ujar dia.
Wakil ADM Perhutani KPH Pekalongan Timur, Totok Swaranto, menjelaskan, Perhutani memegang kawasan seluas 52.361 hektare, dengan 53,4 persen berada di Kabupaten Pekalongan.
Untuk Simego, kata dia, di petak 43B termasuk Hutan Alam Sekunder (HAS) dengan luas 547,5 hektare, dan merupakan hulu Sungai Sengkarang.
"Jika petak 43B tidak diselesaikan, dampaknya akan dirasakan di wilayah hilir seperti Lebakbarang, Karanganyar, Wonopringgo, dan Kedungwuni," kata Totok.
Ia menegaskan, hutan lindung dan untuk perlindungan tidak boleh digarap. Struktur hutan dengan tiga strata, yakni strata atas (pohon keras campuran), strata tengah, dan strata bawah, berfungsi menyerap air dan menjaga kualitas aliran ke bawah.
Dikatakan, kasuistik di Simego perlu ada pendekatan khusus. "Jika kita lihat berdasarkan citra satelit, tidak bisa dibedakan, di lapangan eksistingnya berupa patok batas, mana yang masuk kawasan desa dan mana yang masuk kawasan hutan. Kami Perhutani akan terus berproses, namun prinsipnya adalah di luar kawasan-kawasan produksi, kami tidak ngutik-ngutik karena efeknya akan lama," tandasnya.
Menurutnya, hutan Lindung Petungkriyono adalah yang terbaik se-Jawa, sehingga sangat disayangkan jika terjadi perubahan fungsi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

