25 Hektar Hutan Lindung Dialihfungsikan, Perhutani Siap Rebut yang Digarap Ilegal

 25 Hektar Hutan Lindung Dialihfungsikan, Perhutani Siap Rebut yang Digarap Ilegal

PAPARAN - Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur memaparkan permasalahan praktik penggarapan ilegal di kawasan hutan Bintoro Mulyo.-Dhia Thufail-

"Kami melihatnya miris, kondisi kawasan hutan benar benar rusak. Mereka tidak melihat dampaknya bagi masyarakat Batang yang bermukim di bawah. Kami khawatir, karena itu berada di dataran tinggi, dan masuk dalam kawasan hutan lindung, maka apabila terjadi sesuatu, bisa saja terjadi bencana tanah longsor," terangnya.

 

Menurutnya, praktik penggarapan ilegal kawasan hutan ini muncul sejak adanya Dukuh Bintoro Mulyo. "Kalau tidak ada Bintoro Mulyo mungkin tidak akan terjadi permasalahan seperti ini. Tapi karena ini sudah terlanjur, maka kami terus berupaya untuk mengembalikan kondisi kawasan hutan itu," katanya 

 

Untoro pun menegaskan, bahwa praktik penggarapan kawasan hutan oleh oknum masyarakat di kawasan hutan Bintoro Mulyo itu tidak mengantongi izin dari Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur.

 

"Praktik itu tanpa izin, dan ada indikasi mereka mematikan pepohonan di kawasan hutan lindung itu. Dan sebetulnya mereka ini bisa kami proses hukum, karena telah melakukan penggarapan liar, ada pasalnya, terlebih itu hutan lindung. Namun langkah itu belum kami tempuh," jelasnya.

 

Sebelumnya, kata dia, KPH Pekalongan Timur telah melakukan berbagai cara untuk menghentikan praktik alih fungsi lahan itu, seperti penyuluhan dan sosialisasi terhadap penggarapan ilegal, koordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait, hingga penyuluhan tentang rawan bencana alam (hutan lindung sebagai penyangga).

 

"Namun upaya upaya itu belum membuahkan hasil. Oleh karenanya kami minta pendampingan hukum dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Batang, dengan harapan fungsi kawasan hutan Bintoro Mulyo bisa kembali seperti semula," terangnya.

 

*Tukar Menukar Kawasan Hutan

Permintaan pendampingan hukum yang diajukan ke Kejari Batang itu, kata dia, tidak hanya mengenai masalah praktik penggarapan ilegal kawasan hutan. Melainkan juga mengenai proses tukar menukar kawasan hutan yang sampai sekarang ini belum selesai.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: